Manusia sudah berpolitik sejak bayi. Sang bayi merengek dengan tangisan ketika haus meminta air susu ibunya. Sang bayi berpolitik memperebutkan perhatian sang ibu, diantara begitu banyak kesibukan dan perhatian yang menyita sang ibu. Pun ketika beranjak anak-anak, sang anak berkawan lalu belajar tentang perhatian dan persaingan, permusuhan dan pertemanan.
Politik itu transaksional kepentingan. Jadi kalau masih ada yang membohongi tidak ada transaksional dalam politik, ia harus belajar politik itu apa.
Kalau ada yang masih bicara: “tidak suka bicara politik”, harusnya berkaca diri dan bertanya: apakah saya ini manusia atau bukan. Justru dengan bicara seperti itu, ia sudah menempatkan diri didalam satu posisi kehidupan dengan sendirinya. Dengan bicara seperti itu, berarti sudah bicara mengatasnamakan diri sendiri, merasa memiliki diri yang bernilai diantara orang lain. Jadi dimanapun posisi kita berada, selama masih menamakan diri manusia dan mampu mengambil keputusan dan pilihan, maka kita sedang berpolitik. Tinggal yang ada adalah ‘kepentingan’ sendiri bagaimana kepentingan yang akan mempengaruhi keputusan dan pilihan kita dalam berpolitik. Bahkan kepentingan yang mengatasnamakan diri sebagai seorang muslim yang memiliki sikap dan pilihan diri.
Belajar politik berarti kita belajar banyak hal tentang manusia, berbagai macam rupa dan karakter dengan berbagai macam keputusan pilihan. Oleh karena itu, mari hormati perbedaan, karena berpolitik itu manusiawi.
Tengoklah cara berpolitik anak kecil, ketika ada permusuhan dan perbedaan, semua cepat diselesaikan, kemudian kembali lagi bermain.
Setelah pileg dan pilpres kemarin mungkin timbul perselisihan dan perbedaan sikap, mari saling memaafkan, tapi setelah itu ayo kita kembali lagi bermain. Kembali bermain, kembali bersikap, kembali berbicara… dalam berproses membangun karakter diri, membangun keluarga, dan membangun negeri ini.
Taqobbalallahu Minna wa Minkum.
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1435H.
Mohon maaf lahir dan batin atas segala salah dan khilaf,
mungkin diantara perjumpaan kita di media sosial banyak tulisan saya yang kurang berkenan di hati.
Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
30.07.2014
aduh, sampai lupa, mohon maaf lahir batin ya pak.. hehe 😀
Sama-sama, mbak Sekar, mohon maaf lahir dan batin juga ya 🙂
“politik itu transaksional kepentingan” #noted
Saya awalnya juga segan dan cenderung tabu bicara soal politik. Karena keluarga besar memang sangat menutup diri, apalagi sejak beragam peristiwa 98. Tapi makin lama, makin merasa dikadali kalau saya sampai buta politik. Dikadali oleh banyak kepentingan, cuma jadi boneka. Padahal para pemegang dan pembuat keputusan di kepemerintahan sedang berpesta dengan kebodohan rakyatnya. Na’udzubillah
Jadi ingat dengan penyair, sekaligus penulis asal Jerman yang bicara soal buta politik: Berthold Brecht,
“Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu, dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya, mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya, lahirlah pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, serta rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”
Semoga Allah menjadikan diri kita sebagai hamba-Nya yang tidak berjalan dengan keangkuhan, dan membuat semangat kita senantiasa membara untuk terus haus ilmu, tidak pernah berhenti belajar.. 🙂
Terima kasih tulisannya, pak Iwan.. Sederhana, dan bernas! 😀
Alhamdulillah, mbak Sekar sudah tersadarkan.
Masing-masing orang mempunyai hak untuk hidup damai, bahagia, layak, dan sejahtera.
Untuk mencapai hal itu maka harus mengambil sikap menurut pilihannya masing-masing.
Setiap sikap yang diambil itulah sama dengan telah berpolitik. Yang kemudian bisa diukur, apakah sikap politiknya itu berhasil atau tidak. Indikatornya bisa dilihat yaitu bagaimana kualitas hidupnya saat ini.
Taqabbal yaa Kariim… Sejak lahir-pun, kita sudah berpolitik, yaa, Pak? Hehe.. Saya baru ngerti 🙂
*Mohon maaf lahir dan batin, Pak Iwan
Mohon maaf lahir batin juga, mbak An.
Betul, mari tetap berpolitik dengan sehat.
Taqabbalallaahu Minnaa wa Minkum. Mohon maaf lahir dan batin juga Pak Iwan 🙂
Taqabbalallaahu Minnaa wa Minkum, Taqabbal yaa kariiim. Mohon maaf lahir batin juga ya, mbak Keke. Barakallah 🙂
Terkadang kita memang perlu belajar dari anak-anak ya, pak. Terutama ketika melihat mereka bermain terus muncul pertengkaran, tapi cepat rukun, mudah memaafkan, nggak mendendam dan asyik bermain lagi.
Selamat berlebaran bersama keluarga, pak Iwan. Mohon maaf lahir batin atas khilaf dan salah.
Terimakasih, Pak Yudhi. Selain berlebaran, tulisan ini sekedar mengajak bersemangat kembali untuk bermain tanpa memusuhi, demi membangun keluarga besar bernama NKRI.
Taqobbal Yaa Kariim..
Alhamdulillah, udh ada yang co. , jadi punya ‘Tempat Reuni’ resmi di Wp 🙂
Terima kasih Pak Iwan, bimbingannya sejak dari mp benar-benar terasa.
*****
Iya, mas Agus Zen. Alhamdulillah … seperti darah segar meng-counter media-media mainstream yang co.
taqobbal yaa Kariim. sama2, Pak Iwan. bagus tulisannya as usual :))
Biasa aja kok, mbak eNJe. Cuma sekedar mengajak bersemangat kembali untuk bermain tanpa memusuhi.
Aamiin, mohon maaf lahir batin Pak. Tulisan yang sangat mencerahkan setelah hiruk pikuk pilpres.
Sama-sama ya, mbak Rini, mohon maaf lahir dan bati. Semoga kita bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya.
Mas Iwan, ngaturi Sugeng Riyaya Riyadi Idul Fithri 1435 H. Siapa banyak beraksi dan interaksi, maka resiko kesalahan selalu ada. Maka saya mohon maaf lahir dan bathin, karena kita sering bertukar pikiran bukan..
Minal Aidin wal faidzin.
Setiap postingan mas Iwan, selalu saya perlukan untuk membaca referensi lain, entah wiki dan lain sebagainya. Jadi cukup mencerdaskan.
Politik sendiri, konon dalam wiki adalah praktek dan teori mempengaruhi orang lain pada tingkat global, masyarakat atau individu. Bermisi, bervisi itu juga berarti memang berpolitik. Biasa, bergesekan antar misi, antar visi selalu membawa sedikit rasa tak enak di hati.
Hanya, semoga saja maksimal seperti kita sebagai suporter sepakbola. Kita boleh jadi bonek, viking persib, bobotoh, jakman ataupun brajamusti. Tapi tatkala PSSI harus melawan negara lain, banggalah kita sebagai NKRI.
Salam buat keluarga mas
Sami-sami njih, Mas Bimo.
Keparenga kulo nggih ngaturaken Sugeng Riyadi Syawal 1435H, bilih anggen kulo ‘sesrawungan’ kalian panjenengan wonten trapsila, atur, ingkang dadosaken kirang renaning penggalih, nyuwun agunging samudra sih pangaksami Lair lan Batin mugya linebur ing dinten riyoyo. Aamiin.
Salam kagem keluarga, mas.
Taqabbal yaa karim.. pak iwan.. mohon maaf lahir batin
Barakallah, aamiin. Mohon maaf lahir batin ya, mbak Filly. Semoga kita semua dipertemukan kembali dengan Ramadhan.
aamiiiin
Selamat Iedul Fitri Mas Iwan,mohon maaf lahir dan batin.
Mohon Maaf Lahir dan Batin juga ya, teh Icho.
Selamat merayakan lebaran bersama keluarga, saudara, dan handai taulan.
Politik itu transaksional kepentingan. Jadi kalau masih ada yang membohongi tidak ada transaksional dalam politik, ia harus belajar politik itu apa. –> kikikikik
Kalo ngikik jangan kepanjangan, … mengerikan 🙂
Taqabbalallaahu Minnaa wa Minkum. Mohon maaf lahir dan batin juga Pak Iwan
wah… sekarang udah pake “co” blognya 😀
Iya, masak cuman Tempo.co aja yg bisa, blog juga bisa doong 🙂
Sekedar komitmen nyiapin ruang buat counter berita-berita gak bener aja, mas Rifki 🙂
Taqabbal yaa kariim.
Selamat lebaran jugaaaa
Selamat merayakan lebaran bersama keluarga, saudara, dan handai taulan. Bertambah kuat jalinan silaturahimnya sehingga bikin panjang umur, tambah rezeki 🙂
Mat lebaran, maaf lahir batin mas
Sama-sama, mbak Noni, maaf lahir batin juga ya.