PENGANTAR
Organisasi Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik. Organisasi ini didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba yang sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang berstruktur demokratik. Publikasi tahunan terkenal yang diluncurkan TI adalah Laporan Korupsi Global. Di Indonesia, TI membentuk cabang organisasinya yang bernama Transparency Internasional Indonesia (TII).
Pada tahun ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan TII, Management System International, USAID, dan Cangkir Kopi untuk memproduksi sebuah film nonkomersial yang berjudul: “Kita Versus Korupsi”. Film ini berisi omnibus empat film pendek yang menampilkan berbagai praktek korupsi yang sebetulnya begitu dekat dengan kehidupan keseharian, yang dimulai dari keluarga, sekolah, dan kehidupan bermasyarakat yang lebih luas. Omnibus adalah sebuah film yang tergabung dari beberapa segmen pendek berbeda-beda entah dari karakter, setting, jaman atau pun tempat dan biasanya pula memiliki satu benang merah yang menghubungkan semuanya. Empat sutradara berbakat bergabung dalam pembuatan omnibus ini, diantaranya: Chaerun Nisa, Emil Heradi, Lasja F. Susantyo dan Ine Febriyanti.
Film ini tidaklah berniat untuk bercerita secara investigatif mengenai proses perlawanan terhadap kasus-kasus besar korupsi di negeri ini. Empat film pendek yang ada dalam satuan “Kita Versus Korupsi” lebih ingin menunjukkan bagaimana sebenarnya sebuah tindakan korupsi itu dapat berada di berbagai sudut kehidupan keseharian penontonnya. Ragam bentuk korupsi ditampilkan dengan cergas (cerdas dan lugas), yang menunjukkan bagaimana atau kapan saatnya virus korupsi bisa mulai menelusup ke dalam kehidupan seseorang, sehingga penyakit sosial tersebut dianggap biasa.
Efek yang diharapkan setelah menonton film ini adalah:
(1) masyarakat bisa berpikir dan berdiskusi untuk melihat bagaimana korupsi dimulai dari sesuatu yang ‘sederhana’ kemudian bisa berkembang menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi darah daging.
(2) masyarakat bisa melihat potret kedekatan dirinya dengan asal muasal korupsi dan bagaimana ia bisa menghentikan mata rantai korupsi sebelum praktik korupsi mewabah lebih dahsyat lagi.
Menurut pengamatan saya, korupsi memang sudah menjadi budaya di Indonesia, yang ditandai bahwa sikap korupsi kecil-kecilan adalah hal yang sudah biasa dan dianggap “wajar”. Dan perubahan ke arah yang lebih baik tidak tampak di negeri ini. Coba perhatikan, secara keseluruhan Indonesia berada di posisi klasemen bawah bersama negara-negara yang tingkat korupsinya parah menurut survei TI sejak tahun 2005 ~ 2011. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2011 adalah 3,0, sehingga berada di posisi 100. Silakan simak urutannya sebagai berikut:
RANK |
COUNTRY |
SCORE |
1 |
New Zealand |
9.5 (terbaik) |
2 |
Denmark |
9.4 |
3 |
Findland |
9.4 |
4 |
Sweden |
9.3 |
5 |
Singapore |
9.2 |
6 |
Norway |
9.0 |
7 |
Netherlands |
8.9 |
8 |
Australia |
8.8 |
9 |
Switzerland |
8.8 |
10 |
Canada |
8.7 |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
44 |
Brunei |
5.2 |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
60 |
Malaysia |
4.3 |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
80 |
Thailand |
3.4 |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
….. |
100 |
Argentina |
3.0 |
100 |
Benin |
3.0 |
100 |
Burkina Faso |
3.0 |
100 |
Djibouti |
3.0 |
100 |
Gabon |
3.0 |
100 |
Indonesia |
3.0 |
100 |
Madagaskar |
3.0 |
100 |
Malawi |
3.0 |
100 |
Mexico |
3.0 |
100 |
Sao Tome & Principe |
3.0 |
100 |
Suriname |
3.0 |
100 |
Tanzania |
3.0 |
….. |
….. |
….. |
129 |
Philippines |
2.6 |
….. |
….. |
….. |
182 |
North Korea |
1.0 |
182 |
Somalia |
1.0 (terburuk) |
Detailnya bisa dilihat pada: http://cpi.transparency.org/cpi2011/results/
Ternyata, memang Indonesia masih belum ada perubahan yang signifikan dibanding tahun – tahun sebelumnya. Kondisi skor IPK Indonesia sejak tahun 2002, silakan lihat di sini ya.
Bagaimaana gambaran kebiasaan-kebiasaan massive yang ada dalam masyarakat kita itu yang menjadi pemicu tumbuh suburnya budaya korupsi di Indonesia sehingga berpotensi menenggelamkan negeri ini diambang kebangkrutan? Untuk mendapatkan jawabannya… mari kita tonton bareng film “Kita versus Korupsi” yang terdapat pada setiap halaman jurnal ini, dimana satu halaman berisi satu bagian film pendek.
Jangan lupa popcorn dan segelas teh, … mari kita nonton bareng 🙂
Kalo sudah nonton, mari kita ikut lomba menulis di blog:
http://www.indonesiabersih.org/info-indonesia-bersih/lomba-blog-melawan-korupsi-siapa-takut/
Lanjut ke hal 2: Film ke-1: RUMAH PERKARA
Hi folks, saya ingin beli DVD K vs K dan dimana bisa dibeli iya.., kasih alamatnya dong..
saya belum nonton Film ini Pak.. sepertinya perlu nonton deh..
gw sudah nonton film ini 4 x sama teten… huff sampai bosen
Berarti sampeyan ikut tim penyuluhanannya ya.
Lha aku malah ketinggalan kereta ikut lomba nulisnya. Rencana mau ngangkat soal kebusukan panitia lelang dan PPK-nya. ntar deh kutulis di blog, gak harus diikutkan ke lomba.
bukan tim TII, cuma karena sering ikut kegiatan TII dan Teten, maka sudah 4x nonton film ini.
soal pelelangan, memang busuk
Tahun ini 3 kali dikerjain di lelang kementerian, panitia sudah punya calon pemenang, kualifikasi tenaga ahli dibikin yg setinggi-tingginya. Padahal kualitas produk calon pemenang sepertinya kalah jauh dg punya perusahaanku. Lelang umum cuma dijadikan syarat sah aja. Tahu gitu mestinya gak ikut. Cuma buang-buang waktu.
[…] masbro Wanyuliyanto […]
wah jadi pengen nonton filmnya langsung nih 🙂
Playernya langsung di-klik aja, mbak Ely. Atau di download dulu, biar bisa ditonton bareng sama keluarga.
wah, penasaran, filmnya kayak apa mas…
emang berapa film mas?
kok ampe 6 pages
Cuma 4 film, mas. Page selebihnya berisi analisa saja kok, lha ini malah mau saya tambahkan 1 page lagi, menganalisa mengapa hukuman yg berlaku bagi koruptor di Indonesia ini justru membuat sang koruptor menjadi termotivasi meningkatkan kekayaannya.
saya cek dulu Mas.. mumpung di warnet…
Duh, koneksi lagi genit. Jadi macet videonya. Padahal aku penasaran pengen nonton. SEmoga besok bisa.
Keempat-empatnya bikin panas, mbak Irma. Dan itu sudah dianggap massive saat ini. Apalagi yg paling parah film yg ke-4, tentang korupsi di keluarga dan di sekolah.
Mas… korupsi dimulai dari yang kecil, hingga yang besar *mulai serius*
aku pribadi, ga deh kalau kudu ambil yang bukan bagianku
namun disini mungkin orang harus bisa membedakan, mana yang korupsi, mana yang halal untuk pengambilan keuntungan saat jualan. mungkin beda tipis, tapi beda ujungnya.
Sepakat banget dg BuPeb. Uang panas itu cuma mampir bentar kok. Sepertinya sudah menjadi hukum alam ya. Banyak hal mudharat (buruk) daripada manfaatnya.
Cobaan yg lebih sering terjadi adalah adanya peluang dan kesempatan apalagi pas saat susah, lagi butuh-butuhnya. Seperti halnya di film “Selamat Siang, Risa!” yg disodorin 3 gepok uang ratusan ribu (sepertinya 3 juta rupiah), uang segitu di saat th 70′an gede banget, dan saat itu benar2 lagi butuh krn anaknya sakit keras. Disinilah “pas butuh” + “kesempatan” pada beradu meyakinkan pikiran kotor.
Reply
PSSTTT… JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA!
Amit amit banget… ortu ngajarin yg ga bener juga, OMG, mirisssssssssssss
duhh.. mengerikan niy film yg ini
“Pssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa! memang nonjok banget film-nya.
Penyajiannya keren, sehingga mudah dipahami pesan moralnya.
Yang mbak Febby maksud pas bagian ortu ngajarin korupsi dan sekaligus membangun budaya korupsi itu rantainya seperti ini:
Sang anak baru saja dibelikan i-phone oleh ibunya.
Padahal ibunya hanya berprofesi sbg ibu rumah tangga, darimana ibunya mendapat uang banyak?
Dari memalsukan anggaran pengeluaran rumah tangga! Dia membuat laporan plus plus ke suaminya, dan berkat dukungan anak (agar tutup mulut) akhirnya suami memberikan uang sesuai permintaan istri. Uang tutup mulut itu misalnya iphone baru.
Nah…dari mana si suami dapat uang plus plus juga?
Ternyata suami biasa bekerja dg boss-nya yg suka memberi laporan palsu dgn cara menaikkan angka dari yg seharusnya. Begitulah makin tinggi keinginan duniawi, tingkat korupsinya makin kenceng, baik dari upaya ayahnya, ibunya, sampai nurun ke anaknya.
iya mas,bener banget. miris banget ya
aku… sepeser pun ga mau ambil dr kantor or bohong sama suami. Big NO for me
sedih banget liat film SELAMAT SIANG, RISSA!…. hiksss *lap aer mata
jadi kangen sama ‘bau’ rumah rumah kuno
Iya, bau rumah kuno terutama kayunya, plus ada radio transistor di situ 🙂
Aktingnya Tora Sudiro bagus banget di film ini. Ia benar-benar humble, mau diarahkan oleh sang sutradara. Di film-film sebelumnya ia banyak peran-peran gokil, kali ini ia berperan sbg orang yg bersahaja. Mirip perannya di Laskar Pelangi.
aku belum nonton laskar pelangi niy T_T
Di Laskar Pelangi, ia jadi Pak Guru yg bawa sepeda onthel. Mungkin sang sutradara flim pendek ini melihat pengalaman aktingnya yg bagus di Laskar Pelangi. Ditambah lagi dg gaya rambut ala 70’an 🙂
padahal aslinya charming banget tuh tora *lap iler*
film keren sepertinya…..soal korupsi benar benar sudah menarah daging yah pak, apa begitu sulit nya menghukum para koruptor?? pihak hukum sepertinya lebih suka lari sana lari sini untuk menyelesaikan masalah korupsi, beda dengan hukum kepada kaum miskin…begitu mudahnya palu diketokkan *harusnya palunya itu diketok ke kepala hakim nya yah* ops hehehe
Hukuman yg berlaku tidak membuat jera sang koruptor, mbak Laras. Malah hukuman yg berlaku membuat sang koruptor termotivasi untuk makin meningkatkan kekayaan. Coba deh, mbak Laras iseng-iseng bikin hitung-hitungannya.
Soal hitung-hitungan, ntar deh saya bantu bikin postingan sendiri.
benar benar makin parah yah pak…sayang neh sinyal lagi lelet, sementara download duluuu n baca2 ringkasannya dari pak iwan…soal film yg terakhir yg berada di kalangan sekolahan, larass mengalaminya sendiri pak di sekolahan ponakan, miris deh soalnya pelakunya ibu gurunya sendiri yg diam diam memakai uang tabungan si murid nah pas pembagian rapot, uang tabungan yg dikembalikan hanya utk #maaf# untuk murid2 yg berada dibawah kemapanan sedangkan utk murid2 yg ortunya lebih mapan, uangnya belum dikembalikan dengan alasan uangnya utk sumbangan
sekolahan padahal utk pembangunan sekolahan itu sendiri sudah ada sumbangan terpisah….apa ini juga termasuk korupsi?? miris deh pokoknya, sekarang ponakan tidak diijinkan utk nabung dgn jumlah besar krn khawatir akan terulang lagi….
Miris sekali ya, mbak Laras, betul itu masuk kategori korupsi. Ah, mbak Laras ini kalo sharing pengalaman selalu aktual, menarik, dan bikin mengelus dada.
Tidak tertutup adanya kenyataan bahwa ada oknum-oknum guru yg memanfaatkan murid-muridnya yg “mau bekerjasama” itu diberi imbalan nilai yg menarik, intinya dipermudah. Kalo gini, sama dengan sekolah tersebut mendidik para koruptor dari kelas teri menjadi kelas kakap.
iya sempet nyesek banget pas diceritain kronologisnya sama kakak saya itu pak, semenjak itu saya sendiri juga melarang ponakan saya untuk menabung berlebihan kek biasanya…sekarang lebih ditanamkan untuk menabung di celengan saja…kembali ke jaman jadul yah soalnya celengan itu menurut larass sudah tidak banyak anak2 yg melakukannya…sekarang anak2 sudah diajarkan untuk menabung di bank…itu memang bagus tapi menurut saya biarkan anak dengan dunia anaknya, menabung di celengan itu kebahagiaan sendiri loh kalau bwt larass, kalau udah penuh duuuhhh senengnyaaaaa….apalagi pas mulai dibobol bawahnya bener bener puas rasanya….puas dalam artian utk pemahaman seorang anak loh hehehe
lha postingan mas Iwan ga masuk email saya, padahal udah di setting, yg masuk malah reblog dr debapirez….
*moco sik
lho kok bisa? pasti ada yg sabotase ini 🙂
lho kok status saya malah ga follow mas Iwan….
wahhh… ini keanehan kedua lainnya, hehehe.
Yo wis, selamat menonton, mas Wib.
sayangnya disini ada adegan idola remaja sdg merokok dan berciuman. perlu gt adegan itu???
Meski film pendek, yg main artis-artis berbintang sih… jadi, soal skenario seperti kebawa kebiasaan film-film komersil. Mestinya sih gak perlu ada adegan seperti itu… mengingat film edukasi ini bakal ditonton untuk semua umur.
betul,Om. berhubung Reva & Nicho artis paporit saya, saya agak sdkt menyayangkan…
Itu endingnya akhirnya ngerasa massive ya, nyerah sama keadaan, jadinya lanjut lewat calo.
Reblogged this on A Family Man… and commented:
film yang menggugah perasaan…
sptnya praktik korupsi hampir terjadi di semua lini…..
nonton ah…
Yang paling nonjok kalo diputer di sekolah-sekolah jelas film ke-4. Apa gak malu tuh guru-guru yg suka ngobyekin murid-muridnya.
Ikut menyimak dulu Gan. Maklum bandwhite lagi mepet nih..
#infonya sangat menarik sekali gan.., terimakasih banyak..
Just info, mas. Kalo pengen lancar nontonnya gak pake tersendat-sendat streamingnya… DVD-nya dah dijual bebas harganya Rp 39ribu. Cukup masuk akal di kantong sih 🙂
nontonya dimana? dennyshotspot.com?
Nonton barengnya cukup di WordPress Studio 🙂
Coba buka halaman 2, 3, 4, 5
Indonesia IP-nya 3 bagus dong Pak Iwan,,
Lha itu kalo make standard kuliah 😀
capek deh kalo udah ngomongin korupsi… di tivi beritanya itu melelulu. jadi makin capek… heheheheh
Udah jadi virus ganas soalnya ya,… akarnya dah menjalar kemana-mana. Padahal pas sumpah jabatan, mereka berjanji di atas kitab suci.
Namun paling tidak, dimulai dari kita sendirilah yang seharusnya mampu memotong jalur korupsi di lingkungan terdekat kita. Sesuai dengan pesan dalam film tersebut.
ikut Menyimak dan menonton meski koneksi ngadat 😀
Sangat bagus buat bahan diskusi di sekolahmu, Mas Budi 🙂
wekekeke.. gak sekolah mas, udah 2 tahun mencari sesuap nasi di kota apel.
Ooo.. maaf, kukira Mas Budi masih kuliah sekarang 🙂
Selamat mencari sesuap nasi dan segenggam berlian di Kota Apel ya.
😀 halaah hahaha.. bisa saja mas iwan ini. terimakasih.