Home » Ghazwul Fikri » [Dialog] Perlukah Menolak Hukum Poligami?

[Dialog] Perlukah Menolak Hukum Poligami?

Blog Stats

  • 2,302,861

PERLINDUNGAN HAK CIPTA

Lisensi Creative Commons

Adab Merujuk:
Boleh menyebarluaskan isi blog ini dengan menyebutkan alamat sumber, dan tidak mengubah makna isi serta tidak untuk tujuan komersial kecuali dengan seizin penulis.
=====
Plagiarisme adalah penyakit yang menggerogoti kehidupan intelektual kita bersama.

Follow me on Twitter

Bila Anda merasa blog ini bermanfaat, silakan masukkan alamat email Anda untuk selalu mendapat artikel terbaru yang dikirim melalui email.

Join 6,365 other subscribers
Dalam sejarah nasional Indonesia, ada seorang tokoh nasional yang sejak awal tidak menolak hukum poligami dalam Islam, faktanya selama hidup hingga akhir hayatnya justru ia bukan pelaku poligami. Namun sebaliknya, ada seorang tokoh nasional yang secara tegas menolak hukum poligami, namun faktanya, ia justru pelaku poligami. Bagaimana sebaiknya kita menyikapi hukum poligami? Mari simak lanjutan dialog antara Nadia dan Jenny di bawah ini.
.
poligami

Ilustrasi: ©Shutterstock.com/kuleczka


Bismillah …

Setelah beberapa minggu yang lalu Nadia dan Jenny berdiskusi tentang Tuduhan di seputar Poligami Rasulullah [bagian pertama, dan kedua], kini mereka bertemu kembali untuk melanjutkan diskusinya.

“Nadia, mengapa dalam Al-Qur’an ada syariat seorang laki-laki muslim boleh berpoligami? Bukankah poligami itu bentuk penghinaan bagi kaum perempuan?”

“Dimana letak penghinaannya, Jen?”

“Seorang laki-laki khan seharusnya komitmen monogami. Yang realistis aja lah, istri mana sih yang rela dimadu?”

“Idealnya sih memang gitu, Jen. Perasaan wanita insya Allah tak jauh beda. Pada dasarnya, wanita menginginkan suami hanya untuknya seorang. Sangat jarang perempuan yang mau dimadu. Jikapun mau dimadu, ya mungkin masih ada sediiikit ketidakrelaan yang muncul dan berusaha disembunyikannya.”

“Lelaki poligami memang kaum male chauvinist yang egois dan menganggap diri superhuman. Poligami itu ruang bagi laki-laki yang punya kuasa dan gak bisa nahan libido. Lihat akibatnya … banyak kasus yang kudengar mereka membuat trauma berbuah kebencian bagi anak-anaknya yang berbeda ibu.”

“Ya kesimpulanmu gak bisa dipukul rata gitu dong, dalam hal pernikahan monogami, juga banyak ditemui kisah pilu. Artinya, semua itu tergantung bagaimana mengelola pernikahan. Banyak contoh kasus dimana pernikahan poligami yang berakhir bahagia. Jen, poligami itu sesungguhnya bagian dari solusi, bukan perintah. Poligami adalah bagian dari takdir.

“Solusi? Takdir? Apa maksudmu?

“Namanya episode kehidupan manusia, akan ada hal kompleks dalam sebuah rumah tangga sehingga solusi terakhir yang mereka ambil adalah ikhlas melakukan poligami. Karena mereka yakin bahwa poligami itu legal secara hukum negara maupun hukum agama.”

“Hal kompleks? Halaah itu sih karena maunya laki-laki aja, biar gak dianggap selingkuh. Lagian kamu ini belum nikah kok sok tahu soal rumah tangga.”

“Hahaha… ya belajar doong. Alhamdulillah, aku dapat ilmu-ilmunya dari ortu ku langsung kalo pas lagi family time, ngobrol ringan soal permasalahan rumah tangga. Kalo ilmu-ilmu itu semua baru didapat setelah menikah, apa kamu yakin bisa mengatasi riak-riak kecil selama mengarungi bahtera? Apalagi dapat solusi dari orang yang gak bener saat curhat. Masalah cinta itu bikin sensitif lho, hehehe, ayo belajar mulai sekarang mumpung masih ngejomblo.”

“Okey, okey… aku mau dengar… coba paparin apa saja hal yang menurutmu kompleks sehingga menjadi penyebab poligami.”

BERBAGAI PENYEBAB DIHALALKANNYA POLIGAMI

“Kasus-kasus yang akan kusampaikan ini dengan catatan: sang suami telah berkomitmen untuk berlaku adil sesuai dengan hukum syariah. Sehingga pada kenyataannya, poligami menjadi suatu jalan yang dibenarkan dengan syarat-syarat ketat menurut hukum agama dan hukum negara, salah satu syaratnya hukum negara adalah sang suami telah mendapat persetujuan dari istri pertamanya, tanpa itu pernikahannya gak bisa didaftarkan di KUA.”

Nadia mengambil nafas sejenak, untuk kemudian mulai memaparkan.
Penyebab Pertama.
Ada seorang suami yang terbukti subur menginginkan keturunan, namun sang istri tidak bisa memberikannya keturunan karena alasan medis. Atau sang suami ingin menambah keturunan, sementara mungkin sang istri sudah tidak subur karena alasan medis. Nah masalahnya, cerai bukanlah jalan keluar terbaik bagi mereka, karena itu bisa berakibat buruk bagi istri pertama, dimana si istri jelas tidak akan mendapat nafkah dan tidak bisa lagi berdampingan dengan lelaki yang dicintainya. Sang suami pun juga masih tetap mencintai istrinya. Andai saja kamu berada dalam kondisi ini, apakah kamu mengizinkan suamimu berpoligami?” tanya Nadia.

“Aku akan memutuskan untuk mengadopsi anak saja,” jawab Jenny.

“Mengadopsi anak kelihatannya cara paling praktis dan minim resiko. Tapi, sebenarnya enggak juga sih. Ada berbagai hal yang berdasarkan pengalaman banyak orang, kerap menjadi persoalan besar di masa mendatang setelah anak adopsinya tumbuh besar atau setelah yaa qadarullah istrinya dikarunia anak.
Bila anak yang diadopsi beranjak dewasa, ia tetaplah orang yang tidak memiliki hubungan kemahraman dengan ayah dan ibu angkatnya. Bila ia laki-laki, akan sulit melanjutkan hubungan secara normal dengan ibu angkatnya. Demikian juga bila ia perempuan, dengan bapak angkatnya. Ingin berakrab-akraban layaknya anak dan orangtua, tapi mereka bukanlah mahram, sehingga harus ada batas-batas penyekat.”

“Hmm.. kalo gitu aku izinkan suami nikah tapi bersyarat, misalnya setelah mempunyai anak dari hasil pernikahan keduanya, ia wajib menceraikan istri keduanya itu. Dan sesuai perjanjian, anak itu menjadi hak kami”

“Wauww… maksudmu nikah kontrak, Jen?” tanya Nadia.

“Ya… seperti itulah.”

“Jen, nikah kontrak atau nikah mut’ah sama saja dengan orang sholat tanpa berwudhu’, sholatnya tidak sah alias batal. Tidak diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai ibadah. Demikian pula orang yang melakukan nikah kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan tidak diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai amal ibadah. MUI pun telah mengeluarkan fatwa Haram atas hal ini.”

“Atas dasar apa diharamkannya?” tanya Jenny.

“Atas dasar nash-nash dalam Al Qur`an dan Hadits, bahwa pernikahan itu ditinjau dari segi waktu adalah bersifat mutlak, untuk jangka waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu sementara. Wanita yang diambil dengan jalan mut’ah tak berfungsi sebagai istri, karena ia bukan jariah. MUI berpendapat akad mut’ah bukan akan nikah, alasannya: pertama, tak saling mewarisi. Padahal nikah menjadi sebab memperoleh harta warisan. Kedua, idda mut’ah tak seperti iddah nikah biasa. Apa kamu mau rumah tanggamu jauh dari keberkahan-Nya?”

“Hmm… baiklah, masuk akal. Okey, lanjutkan.”

“Dalam kasus pertama ini aku anggap kamu menerima poligami sebagai solusi terbaik,” kata Nadia. Jenny membalasnya dengan mengangguk. Kemudian Nadia melanjutkan:
Penyebab Kedua.
Ada seorang istri yang telah berumah tangga sekian tahun tapi ditengah perjalanan mengarungi bahtera ia tidak dapat lagi menjalankan kewajiban layaknya sebagai istri karena mendapat musibah atau penyakit yang sukar disembuhkan. Keluarga mereka telah dikarunia anak-anak yang masih kecil. Sang suami adalah tulang punggung keluarga. Demi menjaga menjaga keutuhan keluarga, si suami berharap ada yang mengasuh anak-anaknya yang masih kecil itu dengan baik, termasuk pendidikan yang baik di usia sekolahnya. Andai saja kamu berada dalam kondisi ini, apakah kamu mengizinkan suamimu berpoligami?”

Jenny berpikir sejenak, seperti sedang menimbang-nimbang. Tak lama kemudian ia menjawab:
“Hmm… kalau pengasuhan anaknya dipercayakan pada orang lain yang bukan muhrimnya itu bisa timbul fitnah, perasaan istri pertamanya juga akan was-was karena tentu kedekatan suaminya dengan ibu pengasuhnya bersifat jangka panjang. Kalau begitu, aku setuju, poligami adalah jalan keluar.”

“Naah, bagus, kamu paham maksudku,” kata Nadia, kemudian ia melanjutkan:
Penyebab Ketiga, adanya populasi jumlah perempuan yang lebih banyak dibanding laki-laki, hal ini ka…”

“Bentar.. bentar… , Nadia” kata Jenny memotong pembicaraan, “halah.. itu sih alasan para pendukung poligami aja yang sering kudengar, nyatanya sampai sekarang kondisi perbedaan populasi itu gak signifikan.”

“Kamu ini Jeeen.. Jen, aku belum kelar ngomong, udah main potong aja. Ya jangan mengartikan kondisi populasi itu dalam situasi yang normal doong.”

“Maaf .. maaf. Okey, lanjut.”

“Misalnya nih ada suatu kondisi dimana terjadi perang berkepanjangan, banyak laki-laki yang gugur di medan perang, yang tentu saja mengakibatkan makin banyak janda, akibat berikutnya dalam daerah tersebut jumlah laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan. Kemudian situasi kembali normal, maka untuk menyelamatkan janda-janda tadi dari permasalahan ekonomi dan krisis akhlak … dengan berpoligami mereka bisa terselamatkan.”

“Hmm …”

“Coba, beri aku solusi dari logika penentang poligami, bagaimana mengatasi bila jumlah wanita lebih banyak dari pria dengan melarang poligami? Apakah perempuan yang belum menikah dibiarkan menjadi perawan tua? Logika mereka hanya akan mengacaukan ekosistem dunia. Di dalam Islam, poligami dibolehkan, dan bukan diwajibkan. Ini menunjukkan bila mereka merasa mampu berpoligami maka boleh, bila mereka takut tidak bisa adil maka cukup satu.”

Okey, masuk akal juga alasanmu. Lanjutkan.”

“Penyebab poligami lainnya masih banyak, kita bisa belajar dari rumah tangga Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, lihat kembali tabel alasan masing-masing pernikahan Beliau dalam jurnal ini. Dalam setiap pernikahan poligami yang dilakukannya terdapat berbagai keistimewaan dan situasi khusus sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengizinkan Beliau untuk itu.
Kamu catat aja ini sebagai Penyebab Keempat dan seterusnya, Beliau berpoligami karena ingin… antara lain:

  • Membantu sebuah keluarga atau janda dalam segi ekonomi atau hal lain setelah ditinggal mati suaminya akibat perang.
  • Menjaga akidah istrinya dari lingkungannya yang tidak kondusif, yang jauh dari nilai-nilai Islam.
  • Membebaskan budak dan memerdekakannya dari perbudakan dan penghambaan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
  • Merasa sanggup untuk berbuat adil, karena cukup materi dan cukup pengetahuan.
  • Agar istrinya membantu menyebarluaskan dakwah dan pendidikan bagi kaum perempuan. Dan nyatanya ini terbukti efektif. Ini juga yang ditiru para ulama dan negarawan di negeri ini.
  • Mengembangkan dakwah Islam di lingkungan keluarga istrinya yang Yahudi. Ini juga terbukti efektif.
  • Menjaga keotentikan Al-Qur’an dari istrinya yang telah hafal Al-Qur’an, mengingat saat itu belum ada proses pembukuan Al-Qur’an.

Poligami yang dilakukan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah poligami yang berdasarkan syariat yang sejati, yang memiliki landasan yang lebih agung dan mulia. Tidak pernah ada satu catatan sejarah pun yang menyatakan bahwa pernikahan poligami yang dilakukan Beliau disebabkan karena ingin menjaga kesuciannya dari perzinahan atau dari segala hal yang berkaitan dengan hawa nafsu, bukan sekadar alasan yang dicari-cari agar bisa nikah, bukan berdasarkan syahwat yang berlindung dibalik ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Nadia mencoba menjelaskannya panjang lebar, disertai alat bantu berupa tabel pernikahan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Jenny menyimaknya dengan seksama.

.
BENARKAH POLIGAMI ADALAH BENTUK PENGHINAAN PADA PEREMPUAN

“Dengan tujuan mulia sehingga menjadikan poligami sebagai jalan keluar yang terbaik dalam kasus-kasus yang kusampaikan tadi, lantas dimana letak penghinaan terhadap perempuan seperti yang kamu bilang di awal tadi?”

“Hmm… begini Nadia, kebanyakan kasus yang kutemui, alasan mereka berpoligami adalah ingin menjaga kesucian mereka dari perzinahan. Ingin terlihat legal secara hukum agama dan negara, padahal mereka laki-laki itu memanfaatkan celah hukum-hukum tersebut untuk memanjakan libidonya dengan menikahi gadis-gadis cantik.”

“Jen, apa mereka menyampaikan alasan-alasannya itu padamu? Apakah mereka telah curhat padamu sampai kamu tahu niat yang ada di hati mereka? Atau jangan-jangan kamu sendiri yang berprasangka buruk. Ingat lho… berprasangka buruk itu dosa.”

“Lah.. kenyataannya banyak kudengar kasus-kasus KDRT atau perceraian yang dipicu karena kegagalan mengelola istri-istrinya, dimana istri-istrinya saling cemburu, membenci dan menjatuhkan”

“Yaa tapi tidak bisa digeneralisir bahwa semua laki-laki yang poligami itu brengsek doong… karena banyak juga diantara mereka yang betul-betul berpoligami berdasarkan syariat yang sejati, yang tidak di-ekspose di media. Kebahagiaan mereka tidak diberitakan di infotainment. Media hanya suka memberitakan yang heboh-heboh saja, sehingga membuat masyarakat mudah negative thinking kayak kamu. Kalau mau fair membandingkan, apakah pernikahan monogami tidak ada kasus KDRT yang berujung perceraian? Tentu juga banyak kasus pada pernikahan monogami. Artinya bukan soal poligami atau tidak, namun soal kemampuan mengelola rumah tangga.”

“Kamu ini kok seperti pembela kaum poligami aja, hehehe.”

“Jangan salah paham dulu dong, Jen. Aku juga ingin kelak suamiku monogami kok, namun tidak berarti aku harus membenci atau menolak hukum poligami karena itu bagian dari solusi dalam syariat Islam. Kalau ada wanita yang khawatir suaminya poligami maka kekhawatiran itu hanya untuk suaminya. Janganlah bawa-bawa atas nama seluruh wanita. Ada wanita-wanita yang justru saking sayangnya dengan suaminya justru mengizinkan pernikahan kedua. Demi kebahagiaan suaminya, dan aksi nyata bahwa ia lebih mencintai Allah di atas segalanya. Bahwa izin pernikahan kedua hanya untuk dakwah.”

“Lho… ada ya seperti itu di jaman sekarang?”

“Ada doong. Nanti saya kasih jurnal-jurnal kisah rumah tangga mereka. Nah, apabila itu yang terjadi, maka klaim bahwa poligami itu menyakiti hati wanita tidak dapat dibenarkan.”

“Kamu sendiri siap gak kalau suamimu itu kelak poligami?”

“Kalau itu bagian dari takdirku dengan penyebab diantara contoh kasus yang kuungkapkan tadi, insya Allah, aku SIAP, Jen. Aku berharap ke-ihklasanku ini berbuah pahala di sisi-Nya, saat suamiku kelak menjadikan niat poligaminya itu sebagai jalan untuk menggapai ridha-Nya. Taapii… kalau tidak ada alasan yang jelas berdasar syariat dari suamiku, maka aku sebagai istrinya berhak menolak. Khan persetujuan ada di tangan istri, hehehe… . Inilah bentuk kebebasan perempuan dalam Islam. Dan ini bukti bahwa Islam tidak merendahkan perempuan,” kata Nadia dengan suara mantab dan tegas.

“Kamu ini sepertinya begitu yakin dengan kesiapanmu,” kata Jenny sambil tersenyum.

“Sebagai muslimah, harusnya paham bahwa percaya pada takdir adalah bagian dari Rukun Iman. Poligami itu pilihan dua pribadi pasangan yang berumah tangga dalam menjawab takdir. Sang suami mengajukan permohonan, kemudian sang istri pertama menjawab untuk persetujuan. Oleh karena itu, kita gak boleh nyinyir atas pilihan pribadi mereka, karena mereka lah yang lebih tahu alasannya. Apapun alasannya, poligami itu lebih baik daripada selingkuh alias ilegal.”

[Kemudian mereka berdua membicarakan contoh-contoh publik figur yang berpoligami. Contoh yang berhasil dan bahagia, karir diluar cemerlang dan menghasilkan keturunan yang baik. Juga bedah contoh yang gagal, rumah tangga berantakan, yang hanya menyisakan trauma bagi anak-anaknya. Mereka tidak sedang meng-ghibah, tapi hanya untuk evaluasi mereka berdua].

“Memang sih, banyak berita di media infotainment tentang perselingkuhan dengan berbagai alasan. Hubungan seks yang dilakukan laki-laki membuat kaum perempuan hanya sebagai tempat pelampiasan nafsu. Lalu setelah si laki-laki menyalurkan hasratnya, si perempuan menjadi tidak berharga lagi baginya,” kata Jenny.

“Naah… hal seperti itu baru namanya penghinaan terhadap kaum perempuan. Islam jelas tidak mengajarkan itu.”

“Iya, case by case yang kamu sampaikan tadi opsi berpoligami itu sifatnya adalah pilihan dua pribadi, karena ada proses pengajuan dan persetujuan oleh pasangan tersebut. Kalau yang demikian itu aku akui bukan penghinaan terhadap perempuan.”

“Artinya kamu setuju dengan hukum poligami dalam Islam?”

Jenny terdiam, sepertinya masih menyimpan berbagai tanya dalam hati.

.
PRINSIP SIKAP “ADIL” DALAM BERPOLIGAMI

“Nadia, coba terangkan padaku, sebenarnya secara tegas hukum poligami dalam Islam itu apa sih? wajibkah? haramkah? sunnahkah? atau apa?” tanya Jenny.

“Poligami bukanlah syariat wajib, juga tidak bisa disunahkan atau diharamkan. Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara ibaahah alias mubah / boleh dilakukan dan boleh tidak; atau istihbaab atau dianjurkan, sesuai dengan QS An-Nisaa’ ayat 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. …” [QS an-Nisaa’:3].
Perintah Allah dalam ayat ini tidak menunjukkan wajibnya poligami, karena perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan firman-Nya:

“… Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [QS an-Nisaa’:3].
Jelaslah bahwa bagian ayat tersebut meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil.”

Kemudian Jenny menyanggahnya, “Lho bukankah di ayat lainnya Allah menegaskan bahwa laki-laki tidak akan bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya, coba deh buka QS An-Nisaa’ ayat 129:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain terkatung-katung” [QS An-Nisaa’:129]

Dengan sikap tenang Nadia menjawab sanggahan Jenny.
“Aku sudah menduga kamu bakal menyampaikan ayat itu, karena biasanya ayat itu seringkali dijadikan “senjata” bagi siapa saja yang menentang poligami. Begini ya, Jen, yang dimaksud dengan “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil” dalam ayat itu adalah bahwa kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil dalam rasa cinta, kecenderungan hati, ketertarikan dan berhubungan intim. Karena para ulama dan ahli tafsir seperti Imam asy-Syafi’i, Imam al-Bukhari, Imam al-Qurthubi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Katsir telah sepakat, bahwa menyamakan yang demikian kepada para istri sangatlah tidak mungkin dan ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah menghendakinya.”

“Hmm.. aku masih bingung dengan sikap “adil” yang kamu maksud. Bisa kamu perjelas lagi dengan contoh?” pinta Jenny.

“Contoh yang paling mudah… Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam berbagai riwayat dilukiskan bahwa beliau lebih dicintai Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam daripada istri beliau yang lain, karena Aisyah masih muda, cantik dan cerdas. Adapun hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, uang belanja dan waktu bermalam, maka WAJIB bagi seorang suami yang mempunyai istri lebih dari satu untuk berbuat adil. Jadi, sikap “adil” dalam poligami, yaitu adil / tidak berat sebelah dalam mencukupi kebutuhan para istri dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan bermalam bersama mereka serta semua hal yang manusia masih mampu melakukannya. Dan ini tidak berarti harus adil dalam segala sesuatu, sampai dalam hal yang sekecil-kecilnya, yang ini jelas di luar kemampuan manusia, dan orang di luar pun sulit menilai atau mengukurnya.”

.
JADI, MASIH PERLUKAH MENGGUGAT HUKUM POLIGAMI?

“Jen, menurut sepengetahuanmu bagaimana sikap kebanyakan kaum feminis terhadap konsep poligami?” tanya Nadia.

“Ya seperti yang kubilang di awal obrolan kita tadi, bahwa kebanyakan kaum feminis berpandangan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan kehinaan wanita. Poligami dipandang sebagai biang kerok lahirnya persoalan yang mengancam keutuhan keluarga, seperti perselisihan, persaingan, kecemburuan, dan semacamnya sering kali mewarnai. Efek berikutnya akan menimpa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga poligami. Mereka secara tidak langsung akan dibesarkan dalam suasana yang tidak kondusif. Makanya mereka mendorong agar poligami itu dilarang di negeri ini.”

“Jadi, dalam pandangan kaum feminis, wanita korban poligami itu bakal tidak bahagia?”

“Sepertinya demikian, banyak konfliknya”

“Perselisihan yang timbul dalam sebuah keluarga adalah niscaya. Biasa ituuu mah… Untuk mengatasi masalah, diperlukan ketegasan dan kebijakan suami sebagai the leader, kemampuannya mengatasi rasa cemburu diantara para istri, dan mengatur rumah tangga secara keseluruhan. Para istri pun dituntut memiliki tekad yang sama. Artinya, ketika percekcokan terjadi, sekuat mungkin semua pihak sama-sama berusaha meredam diri. Jika hal ini dapat dicapai, tak mustahil akan tercapai keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dan mereka pun mendapat pelajaran berharga.”

“Kelihatannya teorinya sih mudah ya, bagaimana kalo tetap gagal?” tanya Jenny.

“Bukan poligami nya yang patut menjadi kambing hitam. Poligami atau pun monogami, tak menutup kemungkinan terjadi hal baik atau pun buruk. Nyatanya dalam pernikahan monogami, juga banyak yang berakhir tidak bahagia. Jadi masalahnya bukan soal mono atau poli nya, tapi sekali lagi … soal sikap tanggungjawab pelakunya, Jen. Perbuatan dan perilaku individu tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran bahwa praktek poligami itu buruk dan harus ditolak.”

Lanjut Nadia:
“Poligami adalah jalan keluar atau solusi yang bisa dibenarkan, yang tentunya dengan syarat-syarat yang ketat sesuai syariah Islam. Salah satunya bila dalam kasus-kasus tadi sang suami harus mendapat persetujuan dari istri pertamanya untuk menikah lagi, itu syariatnya. Kalau istri pertama menolak karena alasan suami tidak jelas.. ya sudah, suami jangan maksa terus. Jadi sebenarnya poligami sifatnya tidaklah memaksa. Oleh karena itu, tidak perlu diikuti dengan menolak atau menggugat hukum poligami. Seakan-akan ingin menjadi pahlawan bagi wanita, kemudian mati-matian untuk menolak konsep poligami, seperti yang dilakukan kelompok feminis di Indonesia. Hukum poligami dalam syariat Islam sudah jelas. Maka orang Islam yang ikut-ikutan menolak atau menggugat hukum poligami, patut dipertanyakan ke-Islaman-nya.”

Setelah menyeruput sedikit teh, Nadia melanjutkan lagi bicaranya.

“Apa yang disyariatkan oleh Allah, sudah pasti terkandung hikmah di dalamnya. Agama Islam sebenarnya telah memberikan solusi, yaitu ketika mengambil langkah poligami, Islam mengharuskan para muslimin untuk memperlakukan semua istri dengan baik dan memberikan hak-hak mereka secara adil. Perempuan harus diposisikan sebagai bagian dari laki-laki, karena perempuan adalah rumahnya, tempat tinggalnya dan pakaiannya. Itu adalah ikatan yang kuat di mana perempuan dapat menemukan kehormatannya dan merealisasikan kewanitaannya.”

“Dari pemaparanmu aku jadi paham, Nadia, bahwa syariat poligami adalah untuk melindungi kaum wanita, mengangkat harkat dan derajat wanita sebagaimana mestinya. Karena itulah, terdapat syarat-syarat tertentu bagi laki-laki yang hendak berpoligami agar poligami tidak disalahgunakan.”

“Yup… Benar! Jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mengharamkan, lalu siapalah diri kita ini? Sebagai muslimah, para ummul mukminin adalah panutan kita. Akankah kita turut menghujat apa yang mereka lakukan?”

———-| B E R S A M B U N G |———-

.
Agama Islam adalah agama yang sempurna. Segala hikmah dan ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam syariat-Nya menjamin kemaslahatan bagi umat serta membawa mereka meraih hasanah fiddunyya wal akhirah

Meskipun Hukum poligami di dalam agama Islam adalah dibolehkan atau dianjurkan (dalam rangka menjawab solusi), namun pertanggung-jawabannya makin besar. Ingat hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” [HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829].

Kalau seorang laki-laki yang berpoligami mampu mengelola dengan baik istri-istrinya sehingga bahagia lahir dan batin, dan kemudian melahirkan keturunan-keturunan yang sholeh/shalihah dan unggul, maka kualitas kepemimpinannya telah teruji dengan baik. Namun bila sebaliknya, maka hal tersebut justru hanya akan mengundang azab Allah Azza Wa Jalla padanya.

Wallahu ‘alam bisshawab.

Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
26.03.2014

————–
Catatan:
Dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia, ketentuan poligami telah diatur dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 4 undang-undang tersebut disebutkan bahwa seorang suami yang akan berpoligami diwajibkan mengajukan permohonan ke pengadilan agama dengan syarat-syarat secara alternatif, yaitu:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam Pasal 5 menentukan syarat-syarat yang secara kumulatif harus dipenuhi seorang laki-laki yang akan mengajukan izin poligami, yaitu:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya;
c. adanya jaminan berlaku adil.
Ketentuan tersebut berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia.


45 Comments

  1. Dr. Ing. Gina Puspita, DEA adalah istri pertama dari 4 istri Dr. Abdurahman Riesdam Efendi. Beliau merupakan wanita Indonesia pertama yang lulus kedirgantaraan di Ecole National Superieure de l’Aeronautique et de l’Espace (Ensae), di Toulouse, Prancis. Wanita kelahiran Bogor 8 September 1963 ini bahkan pernah menjadi Kepala Departemen Structure Optimization Divisi Riset & Development IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara).

    Beliau mengatakan bahwa poligami merupakan salah satu dari sekian ribu syariat Islam, jadi bukan perkara wajib. Tapi masih menjadi masalah negara, padahal shalat yang berkali-kali Allah katakan sebagai “tiang agama”, negara tak pernah peduli apakah manusia melakukannya?
    Para aktivis perempuan dan pengagum feminis pernah mengusulkan tentang pelarangan praktik poligami ini, karena mereka beranggapan bahwa poligami merupakan bentuk pelanggaran hak-hak perempuan terkait “kekerasan” dalam rumah tangga. Apa yang disangkakan mereka itu salah, bahkan Dr. Gina tak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Ia bahkan mencarikan sendiri calon-calon pendamping sang suaminya untuk yang kedua sampai keempat.

    Subhanallah, pernyataan kepada media massa yang mungkin dapat membuka hati para wanita adalah “poligami itu indah dan memang perlu.” Sekarang ini yang jadi masalah sebenarnya bukanlah poligami. Jadi tak perlu sibuk memerangi poligami. Sama halnya sekarang, banyak orang shalat tapi masih korupsi. Lantas apakah dengan begitu kita akan memerangi shalat? Banyak masalah lain yang kita perlu selesaikan. Pendidikan kita sedang bermasalah. Ekonomi kita bermasalah. Kebudayaan dan semua aspek kehidupan kita sudah rusak, dan itu adalah masalah. Maka mari kita kembali pada Allah. Jadikan Ia segalanya. Bila demikian akan selesailah semua masalah. Mau monogami atau poligami, jika kembali pada Allah, akan membawa kehidupan yang harmoni.

    Selanjutnya … http://www.dakwatuna.com/2014/10/06/57916/ketika-poligami-masih-menjadi-momok-menakutkan/#axzz3FLPnW3Ue

  2. Adikku punya senior yang menikah. Si senior adikku ini bekerja. Ia mencarikan suaminya isteri baru yang emang jadi istri rumahan, yang ngga kerja. Jadi ketika si senior adikku sibuk kerja dan kadang2 keluar kota, ia merasa aman meninggalkan anak2nya pada madunya ini (ibu kedua). Ada yang ngurus anak2 dan suaminya. Sejauh ini kata adikku mereka sih fine2 aja, walaupun ada lah jeles2 dikit dari si senior si senior karena waktunya yang sering dinas…

    Jadi itu salah satu solusi juga kan ya Mas Iwan>

    Oya, ada lagi. mama temanku isteri kedua, tapi ia dan saudara2nya sangaaat akrab dengan istri pertama ayahnya. Begitu juga dengan kaka2 tirinya.

    • Sharing yang menarik. Mengelola sikap adil dalam hal cinta / perasaan itu memang benar-benar sulit, namun wajib adil dalam masalah nafkah.

      Betul, ceritamu itu bagian dari solusi yang disampaikan dalam ajaran Islam. Kita tidak boleh su’udzon (berburuk sangka) terhadap kehidupan rumah tangga orang lain kalau diawali dengan proses yang jelas-jelas halal.
      Soal latar belakang mengapa mereka poligami itu hanya mereka bertiga yang paham sekali penyebabnya, karena itu bagian dari sebuah takdir.

      Memegang komitmen untuk bermonogami itu bagus, namun demikian tidak perlu menyikapinya dengan menolak hukum ketetapan-Nya.
      Bayangkan kalau menolak, akan jadi seperti apa nasib para wanita yang link-nya saya taruh pada komentar saya untuk mas Priyo.

  3. anotherorion says:

    sayange sik notabene publik figur baik itu religius/entertainment poligamine terkesan milih sik sih enom, ayu, ya jenenge milih bojo sih mesthi sik apik tur penak disawang. Tapi kok kesane dadi cluthak

    • Lha namanya juga manusiawi, mas, normal itu. Kita pun gak bisa nge-judge negative ke mereka, selama prosesnya dilakukan secara halal, sah menurut hukum agama dan negara. Kita yang di luar pagar juga gak bisa menilai karena penyebab poligami adalah hanya mereka yang tahu. Dan itu adalah ikatan antara 3 hati yang sama-sama ikhlas, kalo niatnya benar.

      Contoh kasus seperti ini, apa yang disalahkan kemudian pihak laki-laki yang berpoligami?
      http://m.merdeka.com/dunia/gadis-muslimah-inggris-lebih-suka-dimadu.html

      Bisa jadi yang seperti itu ada benar terjadi di Indonesia.

      Justru yang harus ditekankan adalah jangan memberi tempat / panggung kepada para peselingkuh/pezina. Ini sama dengan me-legitimasi perbuatannya.

    • Aryoko says:

      Iya Mas, wong lanang sing poligami iku rata-rata milih sing luwih enom, luwih ayu, luwih seksi. Dadi yo poligami iku kesane elek terus. Iki bedo karo siang jalanke Rosululloh. Rosululloh monogami 28 tahunan. Sakwise kuwi lagi poligami tapi sing dinikahi kabeh RONDO (Janda TUA) kajobo Siti Aisyah RA. Nah yen wong lanang saiki piye..?? Opo iso koyo Rosululooh…?? Tapi nek menurut aku yo luwih apik duwe istri kuwi siji wae. Nikah maneh yen istrine wis meninggal wae lah..

  4. indro says:

    terimakasih pak atas semua tulisan bapak. saya terkesan dengan cara bapak menerangkan dan memberikan semua alasan…
    tetap semangat pak..semoga makin banyak aja yang baca blog bapak….
    salam dari medan….

  5. […] lebih jelasnya silakan simak “[Dialog] Perlukah Menolak Hukum Poligami?” pada bagian: Prinsip Sikap “Adil” Dalam […]

  6. aminocte says:

    Kurang lebih saya setuju dengan penjelasan Nadia di sini. Yang nggak benar itu kalau poligami disalahgunakan untuk memuaskan hawa nafsu 🙂
    Senang baca tulisan-tulisannya Bapak, sepertinya akan terus mengikuti blog ini 🙂

  7. tiarrahman says:

    dulu pernah ada diskusi di mp tentang poligami. seru. saya sih tetap berpendapat poligami itu boleh (dan memang dibolehkan) dengan syarat2 tertentu.
    sebab saya sih yakin belum bisa adil.

  8. Dyah Sujiati says:

    Betul betul betul!
    Sip sekali.
    Poligami adalah solusi. Bukan perintah. Ini yang musti dipahami. 🙂

    Kayaknya masih banyak yang belum mudeng. Soalnya kerjaan kaum feminis sih. Memutar balik. Bilangnya membela wanita. Padahal? Tahu sendiri lah.

    Dan mereka para lelaki nikah lagi karena nafsu (bukan dengan alasan/kondisi seperti yang dijelaskan di atas) lalu berdalih poligami, itu tu yang harus digiling! *ups

  9. Sepakat bang iwan, poligami adalah solusi, bukan perintah..

  10. jampang says:

    syariat poligami termaktub di dalam al-quran. karenanya ….

    “Dan tidak patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi wanita yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah tersesat, sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzab: 33-36).

    lagi pula, poligami di dalam islam itu bermaksud mengurangi jumlah istri yang di masa sebelumnya tidak terbatas….

    numpang share link ya, pak… soalnya ada postingan saya tentang poligami juga 😀

    http://jampang.wordpress.com/2011/06/22/tips-poligami-sehat/

    http://jampang.wordpress.com/2013/08/24/lelaki-dan-teko/

  11. Saya nggak suka poligami, karena bagi saya konsep perkawinan itu istri dan suami, bukan suami vs istri nomer satu sampai nomer sekian. Anak-anak dalam keluarga poligami, bagi saya, bilangan pembagi kasih sayangnya jadi banyak. Jadi saya asumsikah nggak menerima kasih saya yang maksimal.

    Btw, untuk penyandang disabilitas, ngenes banget kalau bisa dipoligami karena disabilitasnya. Bagaimana kalau kemudian yang tiba-tiba menjadi penyandang disabilitas adalah suami, apakah boleh istri mempoliandri? Apakah kemudian istrinya boleh menceraikan suami (misalnya: suaminya nggak bisa ngasih nafkah)? Diasumsikan boleh, terus nanti yang ngurusi suaminya siapa?

    Yang bisa berpoligami itu konon hanya yang adil, tapi sesungguhnya bisakah manusia menjadi manusia yang adil?

    Satu lagi mas (banyak banget pertanyaannya!!), ini yang nolak hukum poligami siapa ya? Soalnya UU perkawinan kan emang dasarnya sesuai agama masing-masing. Kalau menurut agama sah, maka menurut negara sah.

    • Silakan bebas berpendapat di sini, mbak Ailsa, silakan sampaikan banyak pertanyaan, semoga bisa saling memperkaya wawasan. I like discussion 🙂

      Untuk paragraf pertama, saya berharap mbak bisa memahami dgn seksama satu-persatu faktor penyebab poligami yg telah saya sampaikan dlm jurnal ini, pd bagian: “BERBAGAI PENYEBAB DIHALALKANNYA POLIGAMI”

      Saya juga gak suka poligami, tanggung jawabnya berat di akherat nanti, jadi berusaha untuk tetap monogami. Namun demikian ketidak-sukaan saya tidak harus menolak hukum poligami, karena bisa jadi akan ada situasi seperti yg saya paparkan pada penyebab2 di atas di dunia ini, dan poligami adalah solusinya.

    • Untuk paragraf kedua, yg dimaksud disabilitas dlm jurnal ini adalah istri pertama. Pasangan itu kuatir kalo anak-anaknya tidak ada yg mengasuh dgn baik (termasuk mendampingi pendidikan sekolahnya) selama sang ayah bekerja mencari nafkah. Sementara bisa jadi tidak ada saudara dekat yg bisa membantu mereka.

      Kalo ternyata kemudian sang ayah yg disable, mereka bisa memutuskan sendiri solusinya dgn dasar pertimbangan (sesuai hukum Islam), yaitu: [1] Tidak ada kewajiban seorang istri menghidupi suami; [2] istri boleh bekerja untuk survive. Bagaimana anak-anak? Banyak alternatif yang mereka bisa lakukan.

      Dalam ajaran Islam melarang praktek poliandri. Tanpa saya sampaikan dalilnya, loginya begini, coba mbak Ailsa bayangkan ada sebuah botol minuman dan empat gelas. Isi botol itu jika dituangkan dalam empat gelas itu, rasa minuman itu akan tetap sama di botol manapun. Mendeteksinya pun mudah. Jika botol berisi air putih, maka gelas2 pun akan penuh dgn air putih.

      Sekarang, ayo kita balikkan misalnya begini, empat botol berisi minuman berbeda untuk satu gelas. Jika isi semua botol dituangkan pada satu gelas itu, maka gelas akan menghasilkan minuman yg rasanya gado-gado / gak jelas. Begitulah dampak poliandri. Bayangkan, betapa merepotkannya untuk menentukan siapa ayah anak dari seorang perempuan yg berpoliandri. Setiap kali anak lahir, harus dilakukan tes DNA dulu secara teliti. Akan terjadi kekacauan nasab saat terjadi poliandri. Menetapkan status hukum ayah bukanlah hal yang mudah. Begitu pula dgn pembagian warisnya yg tentunya akan sulit dan rumitnya luar biasa.

    • Untuk paragraf ketiga, jawaban saya: Bisa!
      Silakan simak jurnal di atas bagian bab: PRINSIP SIKAP “ADIL” DALAM BERPOLIGAMI. Para ulama dan ahli tafsir telah mendefinisikan sikap “adil” yg telah saya tulis dalam jurnal di atas. Detail masing2 pendapat ulama itu gak saya tuliskan satu persatu, krn bakal jadi panjang jurnalnya. Saya summary saja dalam bagian / bab tersebut di atas.

    • Untuk paragraf keempat, yang menolak hukum poligami bisa diteliti dalam berbagai tulisan Jurnal Perempuan (jurnalperempuan.com). Salah satu tokoh feminis, Gadis Arivia, sering nge-twit masalah ini. Yayasan Jurnal Perempuan menolak praktek poligami. Alasannya, poligami melanggar hak-hak perempuan serta rawan thd kekerasan psikis dan fisik thd kaum perempuan.
      Dalam jurnal ini sudah saya sampaikan bahwa tabiat atau perilaku seseorang bukan menjadi pembenaran bisa digugurkannya hukum poligami. Padahal jelas, yg salah adalah prakteknya yg jauh dari syariat (nilai-nilai Islam). Kalau sesuai syariat dan hukum negara, insya Allah gak ada tuh KDRT.

    • Aryoko says:

      Koreksi Mas Iwan :

      Untuk jawaban anda yang ini :
      Untuk paragraf ketiga, jawaban saya: Bisa!
      Silakan simak jurnal di atas bagian bab: PRINSIP SIKAP “ADIL” DALAM BERPOLIGAMI. Para ulama dan ahli tafsir telah mendefinisikan sikap “adil” yg telah saya tulis dalam jurnal di atas. Detail masing2 pendapat ulama itu gak saya tuliskan satu persatu, krn bakal jadi panjang jurnalnya. Saya summary saja dalam bagian / bab tersebut di atas.

      Manusia tidak akan bisa adil dalam hal apapun termasuk poligami
      Ayat Al Qur ‘an
      “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri(mu), walaupun kamu sangat ingin
      berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung..” (QS.Annisa:129)

  12. nyonyasepatu says:

    hihihihi ini topik yang menggelitik ya mas 🙂 aku bingung harus setuju apa gak? secara kayaknya aku gak suka berbagi apapun hehe

    • Tenaang, mbak.. jurnal ini gak minta persetujuan kok. Yang penting tidak ikut-ikutan menggugat hukum yang telah Allah tetapkan ini. Berdo’a saja… semoga bisa monogami hingga akhir hayat.
      Jangan seperti mereka yang di luar menggugat hukum Allah ini, tapi justru kemudian berpoligami, atau ada juga yang ketahuan selingkuh, dan sekarang dalam proses hukum, padahal di ranah twitter ia menentang hukum poligami. Sungguh absurd 🙂

    • nyonyasepatu says:

      kan pencitraan mas hehe. Yah semoga deh bisa trus monogami ya, mas Iwan walo tantangannya berat aplagi zaman sekarang ini.

  13. Roro Wilis says:

    topik yang mengundang komen, tp sy no komen aja deh.. takut salah komen hehehee.. keep writing ya mas, sy suka baca tulisan2nya, cerdas dan inspiratif 🙂

    • Topik ini lanjutan dari topik sebelumnya yang meluruskan pandangan para pembenci Islam terhadap sejarah dan hukum-hukum Islam.

      Gak papa salah komen, khan kesimpulan dialog ini pada bagian penutup, sudah ada rambu-rambunya. Agar hukum yang dibolehkan Allah ini tidak disalah-gunakan oleh laki-laki, sehingga berbuat sewenang-wenang, padahal konsekuensinya besar.

    • Roro Wilis says:

      ooh gt, brarti sy yg ga baca 🙂

  14. Rahmat_98 says:

    Kenapa mesti polygami yang selalu diperdebatkan dan dipermasalahkan? Sedangkan mereka yang terang-terangan berzina malah tenang-tenang saja dan sepertinya malah semakin di puja….

    • Memang kebolak-balik ya.
      Yang ngebor istri orang malah diberi panggung kembali jadi penyanyi. Yang zina sebelum nikah malah diberi panggung presenter.
      Yang teriak anti poligami di social media, malah kini sedang diproses hukum atas kasus asusila.

    • Rahmat_98 says:

      Hahaha… Begitulah pak, polygami yang halal malah di hujat sedangkan zina yang jelas-jelas haram malah semakin di puja…
      Saya mendukung polygami karena polygami adalah solusi, tetapi saya juga insyallah yang tidak akan pernah melakukannya. Family come first….

    • Aryoko says:

      Kunci masalahnya ada di ekonomi Mas (biaya/COST)
      Kita mau beli sate yang jarak dari rumah sekitar 299 meteran saja untuk jaman sekaran perlu biaya (bensin motor)

      Nah Untuk poligami maka gaji suami otomatis harus dibagikan ke istri-istrinya. Belum lagi hak waris
      Kalau selingkuh kan biayanya hanya sesaat saja (sewa hotel/losmen) kalau masih ada paling-paling beliin kosmetik/pakian selingkuhannya, nggak harus kasih nafkah bulanan apalagi warisan.

      Ini yang jadi momok bagi perempuan yang tentunya nggak rela jika gaji suami dibagi, warisan juga dibagi. Makanya banyak feminisme yang teriak NGGAK SETUJU

  15. danirachmat says:

    Makasih Mas Iwan. 🙂

  16. bimosaurus says:

    Sharing yang bagus mas. Sekalipun saya sebenarnya malas membahas perihal poligami. Rasul memang poligami, meeski kita tahu siapa yang dinikahi Rasul itu adalah karena untuk keperluan yang lebih besar untuk umat.
    Tentang poligami yang terjadi di Indonesia, kok saya lebih melihat pada “mereka tidak mengikuti cara Rasul”. Ini yang kadang sering menjadi bahan obrolan yang menjelekkan Islam. Tapi intinya kita tahu bahwa Rasul memiliki alasan khusus demi umat dan agama untuk berpoligami, sekalipun orang nyinyir akan berkata “tuh janda aja dinikahin”.

    • Topik ini lanjutan dari topik sebelumnya yang meluruskan pandangan para pembenci Islam terhadap sejarah dan hukum-hukum Islam.

      Geregetan juga saya, mas, ketika ada kasus laki-laki yang menelantarkan istri-istrinya, ia berpoligami tapi tanpa ilmu. Peringatan tersebut sudah kutaruh dalam kesimpulan jurnal ini.
      Tapi ketika ada tokoh yang poligami dengan syariat yang lurus, juga tertib hukum negar, namun masyarakat banyak yang nyinyir, maka geregetan ini saya tujukan ke masyarakat penyinyir itu.

  17. Andik Taufiq says:

    izin share ya pak… 🙂

  18. Pak Iwan… Nadia ini, agaknya mirip dengan saya. Dulu saat saya masih gadis, saya sering berdiskusi dengan mama soal poligami. Dan mama adalah orang yang berhasil mentransferkan ilmu itu dengan baik kepada saya. Saya sendiri 3 bersaudara perempuan semua. Dan dari ketiga putri mama, hanya saya yang dalam istilah kasarnya menyetujui poligami dengan alasan apapun. 🙂

    • Wah .. keren nih, mbak Ino. Alhamdulillah mempunyai sikap yang benar.
      Kita ini bukan siapa-siapa kok begitu sombongnya menolak / menggugat hukum poligami yang berasal dari ketetapan Allah.

      Sekalian kuis ya, sebagai guru, coba tebak siapa tokoh dalam sejarah nasional yang dimaksud dalam pembuka jurnal ini? 🙂

    • Wah… jangan bawa-bawa ‘guru’ donk, Pak kalo mo ngadain kuis. Guru juga masih selalu terus belajar. #Ngeles

      Saya gak tahu, Pak siapa maksud Bapak tentang tokoh nasional itu. Jika tidak keberatan, mohon memberi jawaban atas pertanyaan Bapak sendiri. Hehe

  19. Sy nggak masalah sih kalo yg dipoligami adalah janda-janda yang punya banyak anak, yg secara ekonomi nggak mampu, jadi salah satu cara untuk menolong mereka adalah lewat menjadikan mereka istri kedua (walau ini pun sebenarnya masih debatable). Tetapi bagaimana jika poligami sudah berubah makna, melenceng jauh dari tujuan poligami nabi sendiri. Dimana istri kedua lebih cantik, single, muda dan yang wajahnya pushtun2 gitu.

    • Nahh.. nahh… jangan kelewat berprasangka yang nggak-nggak lho ya, mbak Dewi, hanya mereka yang tahu betul alasan pilihannya dan juga latar belakangnya 🙂

      Kita hanya melihat tren seperti itu dari media-media infotaintment yang sengaja ingin menciptakan kehebohan.
      Padahal di pelosok sana malah lain ceritanya, permintaan menjadi istri kedua justru datang dari pihak perempuan, seperti berita ini:

      http://m.merdeka.com/dunia/gadis-muslimah-inggris-lebih-suka-dimadu.html

      Yang diluruskan itu kalo ada kasus suami menelantarkan istri-istri dan anak-anaknya. Bila mereka (istri2nya) dekat dengan kita, kita dukung untuk melaporkannya ke KPAI.

      Pada dasarnya, praktek poligami itu ilmunya sangat berat sekali, makanya di akhir jurnal ini saya kasih rambu-rambunya, agar tidak disalah-gunakan orang, yang kalo disalahgunakan bisa berakibat mendatangkan azab-Nya.

  20. rinisyuk24 says:

    Betul pak, salah satu contoh poligami yang dihujat habis-habisan, poligami Aa Gym, yang membuat ibu-ibu mencaci maki beliau, padahal jalur yang ditempuhnya itu halal, jelas dengan menikah. Tidak bisa diharamkan yang namanya poligami, kalaupun tidak mau ya sudah jangan nyinyir sama pelaku poligami, toh yang nyinyir juga belum tentu sudah menciptakan keluarganya bahagia sentosa.

    • Betul, saya terharu melihat episode Kick Andy tentang pengakuan / blak-blakannya Aa Gym, yang ternyata jauh dari penilaian negatif masyarakat.
      Kalo mbak Rini belum pernah lihat, silakan simak arsipnya di Youtube. Ada bagian wawancara beliau yang membuat saya terkesan / terharu.

      Aa : “Saya memaklumi ada yang berbeda pendapat, ada yang kecewa. Yang paling bertanggung jawab atas kehidupan yang saya jalani adalah diri saya sendiri”

      Andi Noya (AN) : “Ya, tapi apa alasan Anda berpoligami?”

      Aa : “Banyak alasan. Mudah-mudahan kita saling menghormati hak setiap orang mengambil keputusan. Sepanjang tidak bertentangan dengan agama dan juga aturan”

      AN : “Bagi pengagum Anda yang mengikuti terus dakwah-dakwah Anda, mereka mengatakan, padahal dalam beberapa kesempatan Aa bilang, ‘Yang utama adalah keluarga. Jangan sakiti hati anak dan istri.’ Pernikahan Anda ini bagi mereka dianggap menyakiti hati istri. Bagaimana menjelaskannya?”

      Aa : “Seorang ibu membawa anaknya untuk divaksinasi. Anak menangis, anak menjerit, anak demam, susah tidur. Tetapi, suatu saat anak itu akan berterima kasih sudah divaksinasi. Niat ibu baik walaupun caranya tidak populer dipahami anak. Allah Mahatahu segala niat.”

      Lanjutannya … ntar deh, insya Allah akan saya buat postingan terpisah, makanya saya akhiri jurnal ini dengan: BERSAMBUNG 🙂

    • rinisyuk24 says:

      Dtunggu pak lanjutannya, dulu saya juga termasuk yang tidak simpatik pada poligaminya Aa Gym. Seiring waktu dan ceramah yang beberapa saya dengarkan melalui radio, ternyata sempit sekali pemikiran saya waktu itu. Ya benar, “Yang paling bertanggung jawab atas kehidupan yang saya jalani adalah diri saya sendiri”. Ada ungkapan yang saya pernah baca, kurang lebih yang jalani kehiupan kita, Tuhan yang tentukan, dan orang lain komentarin. Makasih pa.

    • Aryoko says:

      Masalahnya kalau yang melakukan tokoh agama (apalagi tingkat nasional) kan ibu-ibu itu kawatir nanti titiru suami mereka,,,… hehehe

Mari Berdiskusi dan Berbagi Inspirasi. Terimakasih.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Let me share my passion

””

My passion is to pursue and share the knowledge of how we work better with our strengthen.
The passion is so strong it can do so much wonder for Indonesia.

Fight For Freedom!
Iwan Yuliyanto

Kantor Berita Umat

%d bloggers like this: