Mungkin Anda pernah berada dalam situasi dimana seorang teman Anda mengajak B (seorang aktivis passive income) untuk bertemu dengan Anda (A) di sebuah cafe, yang kemudian terjadi dialog seperti ini:
B: “Mas mahasiswa ya?”
A: “Nggak, saya sudah bekerja”
B: “Pasti P21 khan ya”
A: “Apaan tuh?”
B: “Pergi Pagi Pulang Petang, Penghasilan Pas-Pasan, Potong Pajak, Potong Pinjaman, Potong Pungli, Plus Pala Pusing, Pinggang Pegal-Pegal, dan Pensiun Penyakitan”
Kata si B sambil tersenyum dengan salah satu ujung bibirnya terangkat. Dan kemudian bla.. bla.. bla.. begitu seterusnya dengan sok tahu tentang pekerjaan Anda yang dianggapnya tidak worth it dilakukan menurut aktivis passive income itu. Si B semangat berapi-api mem-prospek Anda, sambil menunjukkan slip bonus pencapaiannya.
Bisa jadi tabiat sang aktivis tersebut diturunkan dari leader-nya yang membakar audiens di event-event seminar motivasi dengan memandang rendah profesi karyawan sehingga menanamkan mindset bahwa profesi karyawan harus segera ditinggalkan, ambil keputusan berani resign, untuk pindah kuadran sebagai pejuang passive income.
Contoh kasus lainnya adalah pada laporan utama Majalah Tempo edisi 24 Februari – 3 Maret 2014 lalu berjudul: “Astaga! Label Halal”, yang mengupas tentang “gratifikasi” atau suap kepada petinggi MUIl. Akibat pemberitaan yang tidak berimbang tersebut banyak orang yang berprasangka buruk terhadap mereka yang terlibat dalam proses sertifikasi halal tersebut, misalnya kepada para auditor di lapangan. Hal ini terlihat dari mereka yang berkomentar negatif di media berita yang memuat isu tersebut. Tidak ketinggalan pula, ada juga beberapa komentar negatif dari pengunjung blog pada jurnal: Mengkritisi Berita Tempo Soal Label Halal MUI, mereka dengan sok tahu menista para auditor sertifikat halal yang dianggapnya mengambil keuntungan materi semata atas nama agama Islam.
Membaca situasi ini seorang pengunjung blog bernama ibu Maulida Rachmawati mencoba menuliskan klarifikasi mengenai apa yang dituduhkan seorang pembaca tentang LPPOM-MUI. Beliau menulis klarifikasi pada kolom komentar sebagai berikut:
“Meluruskan komentar salah satu pembaca, kami para auditor LPPOM-MUI bukan mencari makan dari MUI, karena kami semua sudah mempunyai pekerjaan tetap yang utama seperti: Dosen, Dokter Hewan, Pengacara, dan lain-lain yang berhubungan dengan bidang keahlian masing-masing untuk produk-produk yang akan diaudit. Untuk di daerah-daerah bahkan pengurusan sertifikat ada yang gratis untuk UKM menengah kebawah dengan kerjasama dengan Kementerian Koperasi, Kementerian Agama dan Kesehatan. Untuk perusahaan yang sudah maju memang diharapkan biaya mandiri, biasanya bergabung beberapa perusahaan untuk biaya akomodasi dan transportasi para auditor agar lebih murah.
.
Jadi motivasi kami bekerja di LPPOM bukan mencari makan tapi menerapkan ilmu kami dan mencari amal untuk akhirat kami. Pekerjaan itupun kami lakukan biasanya mencari waktu kosong kami dari kegiatan utama kami sebagai dosen dan lain-lain.”
Semoga dengan pelurusan informasi oleh ibu Maulida ini tidak ada lagi yang berberburuk sangka terhadap lembaga LPPOM-MUI. Saya percaya, semua tindakan dan perbuatan baik akan mendapat balasan setimpal, jika tidak di dunia, mungkin di akhirat kelak. Dan semangat itulah yang membuat orang-orang yang menggeluti profesi halal-nya ini tidak berhenti mengabdi dan mundur hanya karena hujatan-hujatan.
Suatu organisasi atau lembaga tidak akan terbebas dari anomali. Kalau ada penyimpangan dalam prakteknya di lapangan, maka dukunglah untuk memproses orang atau oknum pelakunya tersebut secara hukum, bukan menjelek-jelekkan lembaganya.
Mereka yang mudah menista atau menjelek-jelekkan pekerjaan orang lain itu sepertinya lupa bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala pernah mengingatkan melalui firman-Nya:
[QS. Al-Hujurat ayat 12]
.
Bila ingin mengumbar ekspresi penistaan itu di ruang publik (di ruang seminar, social media, atau media elektronik) kemudian ingin di-cap sebagai pahlawan, atau ingin dianggap sebagai orang terdepan yang melihat kekurangan pekerjaan orang lain, coba periksa dalam diri… jangan – jangan ada gejala penyakit histrionik dalam dirimu.
Salam hangat penuh semangat,
Iwan Yuliyanto
09.03.2014
teori ini bisa gk ya dipake untuk PKS utk nyerang Jokowi ?
Bisa.
bisa juga utk nyerang LHI ?
Bisa.
Baik nyerang pribadi Jokowi maupun pribadi LHI, yang bukan dalam hal kritik membangun, namun untuk tujuan menjatuhkannya di ruang publik, maka ada tanda-tanda histrionik pada penyerangnya
.
Setiap diri manusia selalu ada kelemahan, bila ingin mengkritiknya maka harus diimbangi dengan membantu memberikan solusi atas kelemahannya itu. Kalau seperti ini bukan bully sifatnya. Kalau tidak bisa memberikan solusi, lebih baik diam.
sakjane mbikin berita subyektif dan berdasar prasangka ki ya berbahaya buat media itu sendiri, tempo mah wis bola bali, tapi kok ya ora kapok2, citranya dia sendiri nanti yang bakalan turun.
tapi pejuang passive income juga suka di-cengin sama karyawan ko, heheh
justru saya berterimakasih dengan artikel ini (khususnya bagian kedua).. karena semakin meyakinkan saya untuk menjalani bisnis MLM.. kenapa bisa begitu? karena produk-produk yang kami jual sudah mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM MUI dan sistem bisnis yang kami jalankan sudah mendapatkan sertifikasi syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI. terima kasih atas pemikiran yang mencerahkan. 🙂
pasti akan ada balasan yg setimpal utk org2 yg seperti itu, kelak…
alhamdulillah sudah bisa mengurangi prasangka
assalamu alaikum wr.wb..Mas Iwan.
saya juga sepakat dan percaya bahwa , semua tindakan dan
perbuatan baik akan mendapat balasan setimpal, jika tidak di dunia, mungkin di akhirat kelak..
ketika berbuat baik janganlah berpikir tentang pahala, surga, atau balasan ganjaran lainnya dari Allah. namun bersiaplah pula untuk menerima sakit hati sebagai salah satu konsekuensinya, termasuk adanya buruk sangka dari pihak lain..sebab disitulah keikhlasan dr perbuatan baik sdng diuji..
salam dari sintang.
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, saya sependapat banget dengan panjenengan, mas Zainal. Itulah yang dinamakan kerja ikhlas.
Negeri ini sudah kadung terjangkiti penyakit “susah percaya atau dipercaya”. Mencari tahu lebih dalam sebelum “nggebyak uyah” (memukul rata) terhdp suatu hal sangat krusial sifatnya.
MLM, ada dua aqad dalam satu aqad dalam jual beli. menjadi anggota dan mencari downline menjadi syarat untuk aqad jual beli suatu produk. Apakah dibenarkan dalam aqad jual beli dalam islam. saya pernah dengar ada hadist nabi yg melarangnya! bagaimana penjelasannya?, apa ada tahu hadistnya?
setuju banget sama tulisan inih…
TFS…setuju deh, gak suka banget sama orang MLM yg suka jelek2in kerjaan orang lain. makanya sorry deh ya, Say No to MLM kalo aku 🙂
MLM-nya sih menurut saya banyak yang bagus produk-produknya, yang perlu diperbaiki adalah sikap para pelaku bisnisnya.
Iya mas Iwan, untuk produk ada bbrp yg saya jg suka, tp untuk ikut bisnisnya yg gak, krn nila setitik dr orang2 yg prospecting dng cara sprt itulah jd gak suka
setuju, perlu perbaikan sikap pelaku bisnisnya
Betul, mbak, ini bisa jadi pelajaran buat produsen-nya agar menanamkan kredo: “Make People Before Product”.
Kadang kita menista, tapi kita tak mau bertanggung jawab. Banyak sudah kejadian seperti itu.
Setuju dengan penulis. Salah satu contoh mengkritisi yang salah kaprah dan berbahaya:
“Kasus yang melilit oknum caleg dari PKS dapil tiga Kecamatan Bacan”
Isi berita sudah jelas menyebutkan DAPIL 3 KECAMATAN BACAN. Sehingga jelas yg dimaksud adalah Caleg DPRD II.
TAPI ISI ARTIKEL ANDA:
“Sesuai berita si Poskomalut.com, si AP berasal dari Dapil 3.” (tanpa kec Bacan)
Artikel penyesatan, karena menghapus KECAMATAN BACAN yg ada di berita poskomalut. Sehingga berita menjadi bias karena DAPIL 3 (saja tanpa kecamatan) bisa berarti CALEG DPR RI, DPRD I Prov dan DPRD II Kab/kota.
https://iwanyuliyanto.wordpress.com/2014/03/04/caleg-pks-hamili-siswi-smp-percaya/
Apakah sebuah kesengajaan atau hanya karena ketidaktelitian. Hanya anda dan Allah yang tahu.
Saya sarankan artikel tersebut dihapus saja, sebelum semakin tersebar luas. Sehingga menghindarkan kita dari perbuatan zolim kpd anak yang hamil tersebut (jika benar).
Terimakasih atas perhatiannya, mas Vero.
Tidak ada niat untuk sengaja, karena screenshoot/capture berita sudah saya tampilkan. Saat pencarian, di Dapil IV Maluku Utara juga ada Kecamatan Bayan.
Juga tidak ada niat melindungi atau membela pelaku yang berbuat asusila, maka di akhir jurnal justru saya mendorong agar pihak kepolisian segera mengusutnya meski tanpa laporan tertulis. Coba Anda teliti baik-baik tulisan saya.
Di awal jurnal sudah saya update untuk membaca klarifikasi, sehingga pembaca jurnal bisa melihat kronologinya secara keseluruhan, termasuk membaca klarifikasinya.
tulisan pengingat di pagi ini, untuk menjadi pengamat tanpa perlu menghujat
kalo mereka cm cari2 muka ya mmg gt caranya menghalalkan segala cara, bahkan merugikan pihak lain.Tp sbagai org awan sbnrnya ga perlu ikutan heboh menyikapi berita itu ya pak, kalo toh mmg benar adanya, ada gratifikasi di LPPOM dan jika ada ssuatu dg label halal yg ternyata ga halal, sebenernya kita ga perlu ambil pusing, toh yang nanggung dosanya mereka bukan kita, yang penting kita dah berusaha percaya sm label Halal tsb 🙂
Betul, mbak Roro Wilis, lebih baik menjaga hati agar tidak berburuk sangka.
Kita jangan memandang satu sisi harus memandang dari berbagai sisi, yg namanya oknum itu pasti ada tapi tidak semua, semoga orang-orang yang bekerja dengan profesional dan halal selallu mendapat lindungan Allah swt
Aaahh berburuk sangka teh penyakit ya mas… Lama-lama hati jd hitam, liat orang kayanya buruk semua…semoga dijauhkan dr sifat seperti itu..aamiin.
Betul kata kang Abigilang, polusinya bikin sekitarnya juga sakit 😦
Penyakit hati itu memang enak kelihatannya… apalagi sambil narsis (bikin pernyataan menghujat di depan publik), padahal dosanya tak terkira.
Suka deh sama penistaan bagian MLM, semoga ada orang MLM yang baca dan tersadarkan!
Sepertinya mbak Ailtje pernah dibikin keki juga. Kalo pengalaman saya .. yang menista itu justru pembicara motivasi (MLM) yang berbicara seperti itu di depan banyak audiens. Kok gak malu ya 🙂
P21 : “Pergi Pagi Pulang Petang, Penghasilan Pas-Pasan, Potong Pajak, Potong Pinjaman, Potong Pungli, Plus Pala Pusing, Pinggang Pegal-Pegal, dan Pensiun Penyakitan”
*Setelah dihitung pas 21-P, Pak.. Hehehe.. 🙂
edisi berita Tempo belum kelar, ya, Pak?
–menyimak—
Bisa kok kalo mau ditambahkan jadi 30-P, coba saja 🙂
Untuk update berita Tempo soal label halal, saya terus update di akhir jurnal.
Apapun kondisinya, berburuk sangka itu gak baik ya bang iwan…
Menghujat hanya akan menghasilkan POLUSI tanpa SOLUSI apapun.
Betul sekali, kang.
kan emang enak dan gampang nyari2/nuduh kesalahan orang lain, pak 😀
Betul, cara gampang untuk tenar dan dianggap lebih pintar dari yang dicelanya. Terkadang kebencian itu membutakan hati. Semoga Allah membukan hati yang membenci.
hehe… apalagi baca forum det*k… komentarnya hujat menghujat sudah jadi tabiat… caci maki semakin menjadi… untungnya kolom komentar tidak langsung diperlihatkan saat membaca artikelnya… eee… ternyata semakin ke sini kok malah artikelnya sendiri yang justru nyerempet-nyerempet ke situ juga… weleh-weleh… semoga masih ada media-media yang masih memegang “etika” ya Pak… salam 🙂
**semoga komentar saya ini juga tidak ikut-ikutan berbau “negatif”
Betul, Pak Andik. Sampai seringnya kebiasaan menghujat, bawaannya sudah malas menyelami detail isi beritanya. Baru baca judulnya saja, tangan sudah langsung mengetikkan hujatan / sumpah serapah.
Coba lihat contohnya di sini, editor media juga harus bertanggung jawab menulis judul yang memancing pembaca, padahal kenyataannya judul tidak sesuai dengan isi. Dan lihatlah ada beberapa komentator yang menghujat karena tertipu sama judul.
contoh berita: http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/08/seorang-kiai-dihajar-massa-karena-dituding-hamili-santri
Saya sepakat kalau semua tindakan dan perbuatan baik akan mendapat balasan setimpal. Jika tidak di dunia, INSYAALLAH di akhirat kelak.
Bahkan balasannya nggak setimpal dink pak, tapi berkali-kali.
Betul berkali-kali.
Sebab kebaikan itu akan terus muncul manakala apa yang kita lakukan itu bermanfaat dan menciptakan banyak kebaikan. Kuncinya hanya satu: ikhlas.
Hehehehe, sering aku diprospek kayak begitu. Lama-lama hapal dengan gaya bahasa mereka dan aku tetep main belakang…manthuk2 didepan tapi dibelakang menolak. Kadang kalau keterlaluan, yo wis aku tolak mentah-mentah, bahkan bisa kasar kalau sudah sampai mengganggu benar.
Paling tidak bisa dijadikan kaca, bahwa jangan sampai kita seperti mereka itu yang agresif kebablasan. Boleh mem-prospek, tapi dengan sikap yang humble dan rendah hati. Orang pun akan suka mendengarkannya.
Iya…banyak yg suka mendesak-desak. justru yg kayak gitu bikin aku antipati dan defensif, kalau yang santai santun dan enak nyampeinnya itu bisa bikin aku mempertimbangkan. 🙂