Home » Ghazwul Fikri » Teliti Kebenarannya Dulu Dong …!

Teliti Kebenarannya Dulu Dong …!

Blog Stats

  • 2,305,317

PERLINDUNGAN HAK CIPTA

Lisensi Creative Commons

Adab Merujuk:
Boleh menyebarluaskan isi blog ini dengan menyebutkan alamat sumber, dan tidak mengubah makna isi serta tidak untuk tujuan komersial kecuali dengan seizin penulis.
=====
Plagiarisme adalah penyakit yang menggerogoti kehidupan intelektual kita bersama.

Follow me on Twitter

Bila Anda merasa blog ini bermanfaat, silakan masukkan alamat email Anda untuk selalu mendapat artikel terbaru yang dikirim melalui email.

Join 6,365 other subscribers

makan di toilet


Dua hari yang lalu, saya dikejutkan oleh sebuah berita yang menyesakkan dada di tengah-tengah menikmati bulan Ramadhan ini, yaitu berita dari Detik News (23-07-2013):
Siswa Non Muslim Disuruh Makan di Toilet Karena Ramadhan

Berita ini menukil dari BBCIndonesia.com, yang mengabarkan bahwa para siswa sebuah sekolah dasar di Malaysia diminta untuk tidak makan di kantin selama istirahat siang, memerintahkan siswa non-Muslim makan siang di toilet mandi karena Ramadhan.

Banyak bersliweran di ranah social media yang meneruskan berita ini dengan menertawakan sinis dan tak sedikit yang mencaci maki. Ada juga blogger yang memuat berita tersebut, (untuk menjaga nama baiknya, saya rahasiakan link tulisannya) dan saya telah memberikan komentar di postingannya:

23 Juli 2013 pada 21.31
“Tapi tetap saja perlu diperiksa validitas berita tersebut. Beberapa kali saya menjalani ibadah puasa di Malaysia (Syah Alam, Selangor) tidak pernah menemukan hal yang demikian.”


Sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita langsung menerima berita bulat-bulat dan langsung menyebarkannya. Apalagi berita tersebut aneh, unik dan “menjual”. Tanpa memikirkan benar atau tidaknya dan tanpa memikirkan akibatnya … pokoknya langsung disebar saja. Apalagi media yang tidak bertanggung jawab, asal menyebarkan berita saja, yang penting pengunjung dan pembeli banyak.

Sebenarnya validkah berita tersebut?

Coba simak tulisan dalam blog berbahasa Malaysia di sini:
http://www.ohtidak.com/oh-isu-murid-makan-dalam-tandas-kisah-sebenar/

Ternyata kisah kejadian di Sekolah Rendah Kebangsaan Sri Pristana, Selangor, Malaysia itu sebenarnya ‘misleading’, dimana pembuat berita telah menyajikan salah arti dan perpsepsi yang buruk atas apa yang sebenarnya telah berlaku di sana.

Awalnya kisah ini dipopularkan oleh sebuah blog bernama Amenoworld yang juga blog Pro Pembangkang. Kemudian jurnalis sekaligus blogger terkenal di Malaysia, Mazidul Akmal, melakukan investigasi langsung dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Kesimpulan investigasinya adalah berita tersebut FITNAH. Tempat yang dimaksud dalam foto yang tersebar di internet bukanlah toilet, tetapi BILIK PERSALINAN (semacam ruang ganti pakaian). Makan di tempat itu sifatnya sementara, karena kantin sekolah sedang dalam tahap perbaikan pintu kayu dan pintu kaca. Pihak sekolah kuatir, kalau anak didiknya tetap makan di kantin, pecahan sisa bangunan kayu dan kaca akan mencederai mereka. Toilet sekolah tersebut ada lokasinya sendiri, yang jelas: Toilet dan Ruang Ganti Pakaian telah dibedakan tempatnya. [Perhatikan foto-foto keadaan sekeliling yang sebenarnya dalam kedua link di atas].

Blogger Mazidul Akmal telah melaporkan masalah tersebut kepada pegawai Pejabat Ketua Pengarah Pendidikan Malaysia dan diketahui oleh Pengarah Pendidikan Selangor.

Memang kalau diteliti dengan seksama, gambar fitnah yang tersebar di internet itu tidak terdapat kran air, atau WC, hanya gambar dinding yang dikesankan itu adalah dinding toilet. Dan alangkah lebih baik kalau blogger Amenoworld terlebih dahulu mendapatkan penjelasan dari pihak sekolah. Tapi memang tergantung niatnya juga sih.. misalnya sengaja ingin menjatuhkan kesan Ramadhan (Islam).

Ajaran Islam Melarang Menyebarkan Berita Tanpa Kroscek Terlebih Dahulu

Islam mengajarkan kita agar jangan setiap ada berita atau isu langsung diekspos ke masyarakat secara luas. Hendaklah kita jangan mudah termakan berita yang kurang jelas atau isu murahan kemudian ikut-kutan menyebarkannya padahal ilmu kita terbatas mengenai hal tersebut, atau kita bukan saksi mata langsung atas peristiwa tersebut.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“. [QS. Al Hujurat: 6].

Cap fasik itu pantas disampaikan kepada media-media di Indonesia yang telah melakukan perbuatan dosa besar, yakni bohong, apalagi kabar bohongnya itu bisa membuat fitnah yang besar yakni perseteruan antar warga negara, akan lebih parah bila berdampak perang saudara. Tidak sedikit media-media yang terbiasa membuat berita bohong atau berita bias yang menyudutkan umat lslam. Bahkan yang lebih parah ada jurnalis-jurnalis yang diduga terlibat dalam meng-kriminalisasikan Antasari Azhar. Tentunya segala berita yang ditulis oleh jurnalis tersebut akan diragukan kebenarannya.

Gambaran yang sering diberikan media massa Barat terhadap Islam dan umat Islam adalah mereka sering menyebut bahwa Islam bukanlah agama atau paling tidak mereka sebut Islam adalah agama yang berbahaya (monster). Ini disebut Demonologi Islam. Jihad mereka sebut teror dan mujahid mereka sebut teroris. Kasus pengeboman yang meruntuhkan gedung Federal di Oklahoma pada tahun 1997 mereka kabarkan sebagai perbuatan teroris dari Mesir yang bernama Oemar Abdurrahman. Mereka blow up kasus itu sebagai kasus terorisme sehingga lahirlah UU Anti Terorisme. Tetapi setelah kemudian diketahui bahwa pengebomannya adalah mantan anggota marinir AS yang bernama Timothy Mc Veigh. Lalu mereka memberitakan kasus tersebut sebagai kasus kriminal biasa.

Kebiasaan pers Barat membuat berita bohong, stigmatis, hipokrit, dan standar ganda yang intinya selalu kampanye hitam kepada Islam dan umat Islam tampaknya menular kepada pers kita yang memang banyak dikuasai oleh orang-orang yang membenci Islam.

Dugaan bahwa beberapa media massa belakangan ini sering menjadi provokator bagi rusaknya kerukunan umat beragama agaknya sulit untuk bisa dibantah. Di era kebebasan pers ini, beberapa media massa seolah sudah tak mempedulikan lagi apakah beritanya bisa mengakibatkan salah faham bagi pembacanya atau tidak. Mereka juga tak peduli apakah pemberitaannya bernuansa SARA dan berpotensi menumbuhkan kebencian terhadap kelompok tertentu atau tidak.

Ini beberapa contoh berita yang tidak lebih dari sekedar bualan kosong, tapi di-blow up habis-habisan untuk membentuk opini yang buruk tentang Islam dan tokoh-tokohnya:

  • Kita pernah dihebohkan dengan berita: “Negara Saudi mendeportasi / mengusir 3 pemuda Abu Dhabi hanya karena wajahnya yang ganteng”. [Detik News]. Kemudian berita ini dengan cepat menyebar di tanah air dengan berbagia media. Dan parahnya yang membaca berita menelan bulat-bulat berita tersebut dan memunculkan stigma negatif terhadap negara Saudi. Sehingga di berbagai social media, munculah celaan dan makian atau sindiran pedas terhadap negara Saudi dan mengarah ke agama Islam. Ironisnya, penyebaran berita dan mencelanya ini dilakukan oleh kebanyakan orang Islam. FAKTA-nya berita itu adalah MANIPULATIF. [Check di sini]
  • Tahun lalu media – media memblow up seruan pembubaran FPI atau program “Indonesia Tanpa FPI”. Seakan-akan seluruh Indonesia banyak yang mendukung pembubaran ormas FPI. Media mengatakan ratusan orang (ada yang bilang 500-an orang) akan ber-demo di HI [BeritaSatu]. FAKTA-nya demo tersebut hanya dihadiri segelintir orang liberal yang mengerahkan bencong, gadis bertato, dan pemuda berambut gimbal. [check di sini]
  • Juga ramai berita adanya penggusuran Sekolah Master di Depok [Detik News]. Sehingga ramai di berbagai social media, orang-orang menghujat Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Ternyata itu hanya berita Dusta. [Check di sini].
  • Ibu Wirianingsih (kader PKS, anggota Komisi IX DPR RI) dihujat di social-media setelah muncul berita yang mengatakan bahwa Ibu Wirianingsih meminta penderita AIDS itu seharusnya diberikan hukuman, juga tidak perlu disubsidi pengobatannya oleh pemerintah [Sindo News]. Ternyata pengutipan media yang berasal dari Rapat Dengar Pendapat DPR adalah ‘misleading information’. Ibu Wirianingsih telah meng-klarifikasi hal tersebut melalui akun twitter-nya [simak chirpstory]. Silakan simak pandangan jernih seorang blogger yang menyikapi kasus ‘misleading’ tersebut: di sini dan di sini. Bahkan putri Ibu Wirianingsih juga menulis di blognya.
  • Beberapa hari lalu, media mengangkat berita dengan headline “Warga Kendal Bentrok Dengan FPI, 1 Warga Tewas”. Dalam pemberitaannya, media – media sekular menonjolkan “akibat”, bukan “sebab”; menonjolkan “asap”, bukan membedah “sumber api”. Media telah mengaburkan fakta yang sebenarnya melatarbelakangi peristiwa tersebut. Media memanipulasi kata “preman” menjadi kata “warga”. Akibat ulah media tersebut, tidak ada gaung untuk menutup lokalisasi prostitusi dan perjudian. Semua menggiring kita untuk fokus kepada “aksi sweeping FPI”. Padahal informasi tersebut sesat. Justru ratusan preman penjaga lokalisasi tersebut yang mengintimidasi 20 orang FPI (hari pertama) dan 26 orang FPI (hari kedua). Sila check FAKTA-nya di sini dan di sini.

    Akar permasalahannya adalah adanya pembiaran oleh pemda dan aparat setempat atas praktek lokalisasi prostitusi dan perjudian yang buka 24 jam selama bulan Ramadhan, dimana hal tersebut bertentangan dengan perda.
    Latar belakang ini yang seharusnya menjadi titik perhatian media TV dalam acara ILC (Indonesia Lawyer Club) di TVOne, bukannya malah membahas “asap”-nya yaitu “aksi sweeping”, mestinya bahas “sumber api’-nya. Kalau api-nya tidak ada, ya pasti tidak akan ada asap. Daerah tersebut akan damai.
    ILC saat itu (23/7/2013) mengangkat tema: “Bolehkah Ormas Merazia?”. Tema ini tidak mengenai substansi sama sekali. KECUALI kita percaya aparat di negeri ini telah menegakkan hukum dengan baik.
    Namun, kalau nyatanya aparat diam saja, praktek maksiat jalan terus seperti berita di sini, kemudian kesimpulan ILC adalah menggiring opini tidak boleh membiarkan ormas merazia. Maka secara tidak langsung KITA MERESTUI praktek lokalisasi prostitusi dan perjudian. Jadi, ILC dengan tema seperti itu akan menghasilkan opini sesat, kesimpulan yang tidak sehat.

    Media fokus pembahasan aksi sweeping hanya ingin menunjukkan bahwa Islam dengan ber-nahi munkar itu identik dengan kekerasan. Media tiarap memberitakan ketika aksi damai / persuasif yang dilakukan oleh ormas tersebut. Informasinya sering tidak utuh atas pemberitaan aksi sweeping.

  • Di hari yang hampir bersamaan, beredar video “FPI Menjarah dan Menghancurkan Toko di Makassar” [Modifikasi.com]. Lagi-lagi, berita tersebut menonjolkan “akibat”, bukan “sebab”; menonjolkan “asap”, bukan “sumber api”. Informasi tersebut mengaburkan fakta yang sebenarnya melatarbelakangi peristiwa tersebut. Faktanya adalah:
    [1] Itu Toko Miras (jangan hanya ditulis “toko”);
    [2] Angka kriminalitas yang dipicu karena miras di Makassar meningkat. Tingkat tawuran antar warga yang dipicu oleh miras juga tinggi. [Baca Metro News]. Peredaran miras begitu liar di Makassar, belum ada aturan, 2 tahun rapat dewan yang sudah menghabiskan anggaran sebesar Rp 350 Juta tetapi belum menghasilkan perda, sementara angka kriminalitas makin meningkat tajam. Pemkot Makassar tidak mempunyai kekuatan untuk menutup toko miras yang dijual liar. Baca di sini: [1], [2], [3].
    Dimana polisi?
    Dimana tanggungjawab pemda yang menjamin kedamaian warga?
    Melihat kondisi tersebut wajar kalau elemen masyarakat geram. Coba bayangkan kalau suatu daerah tidak ada aturan. Penegak hukum pun akan kesulitan bertindak atas dasar hukum. Maka berpotensi terjadi “kontrol sosial” oleh masyarakat, yang resikonya mereka akan di-cap sebagai “main hakim sendiri”.
    Simak video utuh yang menjawab fitnah tersebut: YouTube.
  • Sebagai bentuk tanggungjawab dan simpati atas keluarga korban Kendal, FPI Pusat memberikan santunan kecelakaan dan beasiswa anak korban sampai lulus S1. Namun, lagi-lagi gegap gempita media menyebar berita bohong dan menyudutkan FPI, dengan menulis berita: “Keluarga Korban Tewas di Kendal Tolak Beasiswa dari FPI” [Detik News]. Padahal FAKTA-nya adalah keluarga korban menerima santunan dan beasiswa, pada saat penyerahan disaksikan Polres dan Polsek setempat serta sejumlah wartawan dan sudah di-dokumentasikan [KabarNet].
  • Ada yang lebih memalukan lagi. Mungkin Anda pernah membaca berita konyol seperti ini: “Asyik Makan Siang Bolong, Warga Tak Puasa di-Razia Polisi” [Liputan6]. Polisi melakukan razia orang makan siang? Terus mengapa menampilkan foto FPI merazia? Gambar lebih kuat tertanam di otak pembaca, lihat saja.. yang merespon berita tersebut cenderung menghujat FPI. FAKTA-nya, berita itu fiksi dengan menampilkan foto lawas di tahun 2011, yang mengambil berita tentang sweeping FPI ke pusat pertokoan Panakkukang Makassar, Sulsel [Antara News]. Tidak ada FPI melakukan sweeping orang makan siang. Ada-ada saja.
  • Berita-berita penyergapan teroris oleh Densus 88. Simak analisa kejanggalannya dari Pak Mustofa Nahra Wardaya (Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum) di sini: [1], [2], [3].
  • … dan lain-lain.

Umat Islam harus memahami bahwa media massa yang mengidap Islamophobia yang gemar membuat berita miring kepada umat Islam adalah media fasik yang umat Islam harus mengecek secara teliti kebenaran berita mereka. Saya rekomendasikan sebuah buku bagus berjudul: “Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam”, buku ini ditulis oleh Mohammad Fadhilah Zein (beliau jurnalis dan mantan produser News di TV One). Anda akan banyak menemui contoh-contoh kasus berita manipulatif yang dianggap benar oleh sebagian masyarakat hingga saat ini.

Sebaiknya kita menyaring dulu berita yang sampai kepada kita dan tidak semua berita yang kita dapat kemudian kita sampaikan semuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.”

Umat Islam jangan sampai menimpakan fitnah kepada saudaranya sendiri lantaran saudaranya telah dicap oleh media massa fasik sebagai pihak yang buruk, seperti organisasi anarkis, organisasi preman, preman berjubah, dan julukan-julukan negatif lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya sesama umat Islam bersaudara…” (QS.Al Hujurat: 10).

Semoga mereka yang gemar membuat berita bohong, stigma, hipokrit, dan standar ganda yang intinya selalu kampanye hitam kepada Islam dan umat Islam itu mendapatkan hidayah-Nya. Aamiin.

Salam hangat tetap semangat,

Iwan Yuliyanto
25.07.2013


126 Comments

  1. Numpang promo ya 🙂 yuk kunjungi https://goo.gl/7h1Jtt kalian bisa dapatkan jackpot hingga puluhan juta rupiah. Minimal deposit dan withdraw hanya Rp. 20.000 . Dapatkan bonus rolingan sebesar 0.3-0.5 dan dapatkan bonus referra sebesar 20%. Hanya di berkahpoker bank online 24 jam Non-stop.

    Untuk info lebih lanjut segera hubungi Custumer Service kami di :
    – BBM : 2B1A139
    – YM : BERKAHPOKER_CS
    – WECHAT : +85585411172

    ingin daftar langsung klik disini https://goo.gl/7h1Jtt

  2. zzz says:

    I like this blog! Thanks untuk informasinya 🙂

  3. Pelintiran informasi oleh media tgl 19 Maret 2014:

  4. jaraway says:

    aih pak iwan selalu postingannya… mantaaaab

  5. Ketika TEMPO, 21 September 2013 menulis berita:
    Wanita Tunisia Ber-‘Jihad Seks’ di Suriah
    Berita ini juga disiarkan oleh Merdeka.com, Viva News.

    Ternyata itu adalah berita bohong. Simak klarifikasinya di sini:

    Kebohongan di Balik Berita ‘Jihad Seks’ di Suriah [BumiSyam.com].
    Berita Fitnah Merdeka.com Tentang Jihad Seksual 13 Wanita Tunisia [BumiSyam.com].

    Kebohongan publik dilakukan oleh media sekular anti islam, baik dalam maupun luar negri, dalam upaya pencemaran nama baik mujahidin.
    Narasumber yang menjadi penyebab berita palsu ttg “Jihad Sex” Lutfi ibn Joddo, Mendagri Iran yg merupakan Syi’ah.
    Media pertama yang menyebarkan berita palsu “Jihad Sex” adalah Mayadeen TV (TV Iran).
    Fitnah ini dilancarkan Iran agar nama Mujahidin menjadi jelek, diantara Mujahidin yg difitnah Ummu Jaafar bersama suaminya Abu Jaafar.
    Sebagian besar media umum dan Syiah serta pro-Syiah menggunakan gambar mereka untuk menuduh mujahidin melakukan jihad seks.
    Media Sekuler Indonesia memberitakan propaganda orang yg pro-Bashar dan pendukung Syiah agar Mujahidin menjadi bahan olok-olok.

    “Jihad Seks” dan Perlunya menjadi Pembaca Cerdas [Hidayatullah]

  6. […] Sepertinya daftar berita bohong yang sebelumnya menjadi isu nasional akan semakin bertambah. Silakan check daftar berita bohong sebelumnya di sini. […]

  7. adel says:

    Kalo masalah gini jokowi faham bener, dari masalah mobil nasional yg di blowup, sampai walikota terbaik yg ternyata bohong besar dari media

  8. […] Coffeisme – Bismillah …Sepertinya daftar berita bohong yang sebelumnya menjadi isu nasional akan semakin bertambah. Silakan check daftar berita bohong sebelumnya di sini. […]

  9. Raja Blackwhite says:

    gak sengajar terdampar disini, ternyata sungguh luar biasa, saya juga kadang kesal sendiri dengan berita2 di media, apalagi TV, karena di era demokrasi (yang kebablasan) ini peran media sangat besar dalam membuat opini publik (apalagi orang awam)

  10. hamzah says:

    kalo yang kayak gini harusnya digimanain dong : http://hankam.kompasiana.com/2013/08/20/kumpulan-foto-hoax-terkait-krisis-di-mesir-2013-582445.html

    instrospeksi diri aja lah. semua orang juga bakal melintir kalau ada kesempatan. entah itu media mainstream, blog, muslim, maupun non muslim.

    • Memang orang mudah saja untuk membuat foto hoax padahal itu mudah ketahuan karena ada fasilitas google image.

      Dalam analisis intelijen, foto hoax bisa dibuat oleh si A yang Pro, atau oleh si B yang Kontra demi di kemudian hari untuk mempermalukan kelompok si A dan mengaburkan fakta (agar kejadian itu dianggap tidak ada).

      Hal yang perlu diperhatikan adalah foto hoax tidak diproduksi dan disebarkan oleh jurnalis.
      Yang memproduksi foto hoax itu seperti yang saya sebutkan di atas, bisa si A (Pro-Mursi), bisa si B (Kontra-Mursi), bisa juga si C yang sengaja mengkompor-kompori situasi, kalo yang si C ini biasanya ada di dalam barisan munafiqun.

      Untuk itu saya lebih percaya bila sumber itu berasal dari jurnalis-nya langsung, bukan dari forward orang ke orang. Kalau saya terima gambar dari orang (bukan jurnalis/fotografer di tempat kejadian), maka saya tahan dulu, tidak saya sebarkan.

      Tanpa ada foto-foto hoax yang mas Hamzah tunjukkan dalam link di atas, dan memang benar (bagi saya) itu adalah foto hoax, NAMUN itu tidak akan menutupi fakta bahwa telah terjadi pembantaian massal umat manusia di Mesir.

      Jangan sampai hanya karena disodori penjelasan soal foto hoax, maka kita kurang simpati dengan kejadian yang ada, padahal ada kesaksian wartawan (ditempat kejadian) yang bisa diikuti dan dipercaya kebenarannya. C’mon, keep focus on the real tragedy.

      Anda bisa menyimak dari jurnalis langsung yang saat ini berada di tempat kejadian (dii Mesir), mereka telah melaporkan adanya “Disinformation Operations” oleh penguasa kudeta di Mesir.

      Silakan simak laporan mereka time-to-time di Twitter-nya, diantaranya:

      Kita bisa melihat karya asli (bukan hoax) saksi pembantaian dari fotografer Mosa’ab Elshamy (@mosaaberizing di Flickr: Set 1, Set 2, Set 3, Set 4]

      Detail tentang Disinformation Operations bisa Anda simak di sini:

      Kejamnya “Disinformation Operations” di Mesir

  11. […] Sepertinya daftar berita bohong yang sebelumnya menjadi isu nasional akan semakin bertambah. Silakan check daftar berita bohong di sini. […]

  12. syifarah03 says:

    Reblogged this on syifarahmp and commented:
    Masyarakat perlu aware, media kita memang banyak yang “nakal”.

  13. syifarah03 says:

    ijin reblog pak iwan, miris, banyak media yang usil memang.

  14. […] seperti halnya melakukan pemelintiran berita-berita yang beberapa contoh kasus telah saya ulas di jurnal sebelumnya. Kronologi Insiden Lamongan Tempat: Dusun Gowah, Desa Blimbing, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa […]

  15. arip says:

    Saya juga rada terkejut pas liat berita ini di linimasa twitter. Oh ternyata emang misleading. ternyata fitnah.

  16. Terima kasih sudah berbagi, mas iwan. Iya nih, reminder juga bagi kita ya supaya tidak langsung menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya. Apalagi langsung berkomentar ini-itu.

    • Lama-lama kita juga makin mahir kok dalam menilai awal suatu berita, apakah itu hoax atau nyata. Ciri-cirinya tampak jelas kalau paham dengan nilai-nilai yang disampaikan oleh Bill Kovack.

  17. Reblogged this on bukanbocahbiasa and commented:
    Selalu terpukau dengan analisa mendalam Pak Iwan. Blogger sejati emang….

  18. nopan says:

    kebanyakan berita online seperti itu, tidak akurat. menurut pandangan mereka, yg penting ada berita baru meskipun ga mutu

  19. kasamago says:

    miris, begitulah.. sejalan dg apa yg ditulis di media2 blog informatif non mainstream (http://cahyono-adi.blogspot.com/)

    • Betul, kita jangan tenggelam sibuk menuntut media-media mainstream itu untuk mengabarkan dengan benar, cukup mengingatkan saja, namun setelah itu harus rajin menulis berita dengan benar dan valid datanya, kemudian di-buzzer ke berbagai socmed, maka media-media mainstream tersebut akan tenggelam dengan sendirinya karena berkurangnya kepercayaan dari publik.

  20. genthuk says:

    bahayanya “qiila wa qoola….”

    • Betul, banyaknya qiila wa qoola (perkataan-perkataan yang tidak jelas) di tengah-tengah ummat Islam itu mengakibatkan berpecah belah persatuan ummat.

  21. Miss Fenny says:

    Lebih miris ketika fanpage2 jualan yang asal menyebar gambar-gambar miris nan mengenaskan dengan cerita yang wallahu’alam, meski benar sekalipun, sungguh bukan media yang tepat

  22. Umat Islam masih saja diperlakukan tak adil dalam pemberitaan, bahkan oleh media yg para jurnalisnya banyak yg muslim jg. Entah siapa yg sekarang sedang tertawa.

  23. agistianggi says:

    Ya ampun sungguh ya, kode etik jurnalistik di Indonesia ini sekarang kok kayak gak ada aturannya. Setiap kata demi kata yang dituangkan dalam berita kan berpengaruh banyak terhadap pembentukan karakter dan opini orang banyak 😦

    • Dengan membohongi publik, apa mereka (para jurnalis) itu tidak takut dosa ya, terlebih kalo memberikan makan anak istrinya dengan cara yang tidak halal. Fitnah yang ditulisnya itu bisa membunuh karakter orang atau golongan yang lebih luas. Bahaya sekali.
      Dan banyaknya qiila wa qoola (perkataan-perkataan yang tidak jelas) di tengah-tengah ummat Islam itu mengakibatkan berpecah belah persatuan ummat. Jadi, ummat Islam sendiri juga harus meneliti bila dapat informasi dari media – media fasik.

  24. oomguru says:

    itu pertama dimuat detik. kayak gak tau aja.. detik kan emang suka gitu, yang penting banyak yang baca

    • Begitulah… contoh yang teranyar nih..
      Tuduhan Front Pembela Islam (FPI) dibenci masyarakat Sukorejo, Kendal, menjadi pemberitaan besar di media massa. Tindakan FPI menutup lokalisasi Alaska (Alas Karet) dianggap menciptakan ketidaknyamanan warga. Untuk itu, Islampos.com melakukan jurnalisme investigasi dari tanggal 25-29 Juli langsung ke Sukorejo, Kendal. Hasilnya, sangat mengejutkan, karena pemberitaan yang ada sama sekali bertolak belakangan dengan situasi yang ada.

      Islam Pos: Warga Dukung FPI Tutup Pelacuran di Kendal

  25. Haryo Wicaksono says:

    Wah, sudah lama gak ketemu ketemu Pak Iwan,
    Sekalinya baca tulisan terbaru isinya Mantabb..
    Memang saat ini kita tidak bisa percaya 100% isi berita di Indonesia,
    Hampir semuanya dibuat untuk kepentingan politik si pemilik stasiun beritanya.
    Efek dari demokrasi yang kebablasan..

  26. Argohadi says:

    Tulisannya keren, detail, konkrit. Mata saya lebih terbuka lagi mengenai ”gosip gosip” yang beredar. Tadinya memang ada banyak berita yg sy cuma anggap angin lalu, tapi ada beberapa berita yg ambigu.
    Nah, yg jadi masalah skrg adalah pengecekkannya apakah berita itu benar atau tidak? Sbg masyarakat awam, pengetahuan ke arah sana sulit dijangkau. Ditambah lagi, posisi kita yg tidak ada ditempat kejadian. Tks sharingnya.

  27. Diera keterbukkan dan bebas beropini kita musti tabayyunkan berita dengan nada memfitnah.

    Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
    (QS. al-Hujurat: 6)

    Jika tidak ancamannya juga tak ringan
    Imam Malik –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,

    ”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya.
    (Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits Al Albani).

    Kemarin juga sempet baca tentang Aa’ Gym dan Ustadz Yusuf Mansyur yang digoyang konspirasi. Musuh beramai-ramai menghancurkan Islam

  28. latansaide says:

    Suka sekali dengan tulisan ini. Memang, sebaiknya budaya kritis digalakkan sejak dini. Namun, seringkali budaya menganggap kritis adalah sesuatu yang tidak baik, apalagi kritis dalam hal agama. Semoga generasi masa depan menjadi pencinta kebenaran dan menjadi tuan atas pikirannya sendiri.

    Kasihan ya sekolah itu, yang juga lebih kasihan agama ini karena sering dipermainkan media-media tak bermoral 😥 😦 …

    #curcol
    Jadi ingat tahun lalu pernah menjadi salah satu korban dari pemberitaan di internet yang tidak meneliti kebenaran dulu. Lebih sakit lagi ketika orang-orang yang dianggap teman lebih mempercayai pemberitaan fitnah itu daripada kami gara-gara yang ikut menyebarkan lebih ‘dituakan’ (sudah lulus S1 sedang saya pribadi baru tahun pertama kuliah–KTP juga belum punya).

    Untungnya mereka tidak bisa menunjukkan bukti-bukti. Setelah diproses secara hukum kami dinyatakan menang, alhamdulillah.

    Tapi… Jadi keluar uang banyak buat fee pengacara -_-“

    • Ternyata kita juga sama-sama pernah bersentuhan dengan proses hukum ya. Syukurlah kalo masalahmu sudah kelar. Dulu saya juga pernah difitnah.

      Oiya, ini ada tips agar ucapan kita tidak dipelintir wartawan >> cekidot

  29. Jo says:

    Waduh, Mas… kata ‘anarkis’ bertebaran dengan penggunaan yang bikin penganutnya ngelus dada…

    KBBI: anarki E: 1 tak ada undang-undang, tata tertib dan pemerintahan; 2 kekacauan (dl negara tersebut)

    anarkisme: 1. ajaran (paham) yg menentang setiap kekuatan negara; teori politik yg tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang

    Seharusnya ‘anarki’ dihubungkan dengan keadaan, bukan tindakan. Dan ‘anarkis’, kata sifatnya.

    Anarchy itu paham kedamaian lho Mas 🙂

    • Jo says:

      Sorry, maksutnya: anarchism itu paham kedamaian lho Mas 🙂

      Maklum… 😀

    • Setujuuu!
      Dalam jurnal saya tidak menyebut “anarkis” lho, kecuali menulis “anarkis” yang diucapkan banyak orang, padahal mereka salah memahaminya.

      Alexander Berkman (1870-1936), seorang pemikir Anarkisme ternama asal Rusia mengatakan:

      “Anarkisme berarti bahwa Anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak Anda, menjadi majikan Anda, merampok Anda, ataupun memaksa Anda. Itu berarti bahwa Anda harus bebas untuk melakukan apa yang Anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang Anda mau serta hidup di dalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan” [sumber]

  30. Ailtje says:

    Mas Iwan Terimakasih atas pencerahannya. Pertanyaan saya di FB ttg kebenaran cerita toilet itu akhirnya terjawab.

    Soal FPI, negara memang ga boleh membubarkan. Kalau dibubarkan hilanglah hak berserikat. Tapi negara bisa menghukum orang yang salah/melanggar hukum (dan harus).

    Soal Wirianingsih, saya termasuk yang ngasih tweet panjang soal HIV/AIDS. Mesti cek lagi tweet saya ada yg menghujat atau memberi informasi #GakIngat.

    However, saya gak setuju sama artikel kedua yang menyarankan pembedaan ODHA. Article nya menyarankan diskriminasi warga negara, padahal negara wajib menjamin kesehatan tanpa diskriminasi.Jadi ya kalau kena HIV/AIDS harus ditanggung & harus non-diskriminatif. Tanggung jawab negara pada warga negaranya sama.

    Nah kalau urusan rokok, pemerintah kita emang menyebalkan untuk yang satu itu. Semoga ketika jaminan sosial untuk rakyat keluar, ada kebijakan tentang kenaikan harga rokok setinggi langit.

    • Soal FPI, sip mbak Ailtje, ya saya juga setuju dan mendukung untuk memprosesnya secara hukum bila ada individu/oknum FPI yang melanggar hukum.

      Saat ini FPI belum terdaftar sebagai ormas di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, sehingga kalaupun dibubarkan tidak bisa dilakukan oleh negara, apalagi cukup dibekukan, karena dasar hukumnya tidak ada.

      Jadi, FPI hanya bisa dibubarkan oleh dirinya sendiri. Jubir FPI, Muchsin Alattas pernah mengatakan: “FPI akan bubar sendiri jika hukum ditegakkan dengan baik oleh aparat dan pejabat negara”

      ***

      Untuk ODHA, permasalahan yang ingin dikemukakan (dalam artikel kedua) adalah [1] membatasi penyebaran HIV/AIDS yang cenderung tidak terkendali. [2] bagaimana agar dana pemerintah tersalurkan ke pihak-pihak yang betul-betul menjadi sasaran program kesehatan.

      Artinya dana tersebut tidak meng-cover mereka yang secara sengaja menjadi penjahat kelamin. Biar itu menjadi resiko yang bersangkutan, sekaligus efek jera.
      Dana pemerintah untuk penderita AIDS sebaiknya hanya disalurkan kepada Korban HIV/AIDS (bukan perilaku seks bebas, namun tertular).

      Untuk itu perlu dibedakan istilahnya menjadi KHA=Korban HIV AIDS untuk mereka yang memang terkena AIDS/HIV disebabkan kelakuan bejat orang lain. Entah itu orang tua, suami/istri, atau bahkan kesalahan sistem atau manusiawi PMI.
      Sedangkan mereka yang terkena HIV/AIDS akibat perbuatannya sendiri harusnya diberi gelar PHA=Penyebar HIV/AIDS.

      Kalau bicara soal diskriminasi, justru banyak mereka yang benar-benar sakit (di luar AIDS) tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah secara memadai, seperti kanker, tumor, jantung, kekurangan gizi, dll, juga tidak memadainya biaya riset-riset pencegahan penyakit menular berbahaya. Dana pemerintah yang begitu besar tersedot pada ODHA yang dipukul rata (termasuk di dalamnya para penjahat kelamin).

      Anyway, silakan kalo mbak Ailtje mempunyai pandangan lain soal ODHA, saya senang sekali diskusi soal ini, semoga output diskusi tersebut bermanfaat dan membangun kepentingan bangsa. Kalo dianggap begitu panjang, silakan menulisnya di blog nanti kita diskusi di sana.

      Soal rokok, saya juga setuju dengan pendapat mbak Ailtje. Oiya, saya telah membahasnya di jurnal: Negara Tekor Banyak Akibat Rokok, Apa Solusinya?

    • Ailtje says:

      Kalau saya melihat dari konsep pendekatan berbasis HAM. Dimana kewajiban negara untuk memberikan layanan kepada masyarakat dalam hal ini ODHA tanpa diskriminasi. Masalahnya, HIV/AIDS ini masuk MDGs, sementara cancer dll nggak. Semoga tahun depan ketika social protection sudah diluncurkan semua bisa tercover.

      Pembedaan antara KHA dan penyebar itu akan sangat susah. Ibu yang mengandung pun ‘menyebarkan’ virusnya kepada anaknya. Memilah datanya juga akan susah. Btw, Kalaupun di test HIV/AIDS dokter kan harus menjamin rahasia ga boleh membocorkan. *udah di sumpah*

      Saya kebetulan pro-condom dan suka tweet ttg kondom. Bukannya saya mendukung free sex, cuma sebaiknya pakai kondom. menurut saya di Indonesia itu orang doyan jajan sate kambing tapi ga aware fungsi kondom, cara pakainya bahkan akses terhadap kondom juga ga ada.

    • Ibu yang mengandung dan ‘menyebarkan’ virusnya itu masuk kategori KHA (bukan penyebar).
      Mengenai gelar KHA atau PHA, tentunya tidak untuk disebar-luaskan, hanya tertera di Catatan Medis penderita saja dan bersifat RAHASIA.

      Ini kelanjutannya belum dikaji secara mendalam, apalagi dibicarakan di forum resmi. Perlu pengkajian instrumen, juga pengkajian mekanisme bagaimana menjaga kerahasiaan. Nah… kalo ternyata setelah pengkajian menemukan bahwa potensi aplikasinya di lapangan susah sekali dilaksanakan untuk membedakan KHA dan PHA, ya bisa saja diputuskan tanpa adanya pembedaan, semuanya kembali ke normal treatment. Saya rasa ibu Wirianingsih (yang mencetuskan gagasan ini) juga akan menerimanya.

      Saya hanya menerjemahkan yang dimaksud ibu Wirianingsih. Sedangkan pernyataan beliau dalam Rapat Dengar Pendapat itu disalah-pahami oleh wartawan SINDO, sehingga ‘misleading’ dalam pemberitaannya, seakan-akan pernyataan ibu Wirianingsih tentang ‘punishment’ itu berlaku juga untuk Korban HIV/AIDS. Dipukul rata.

      Yang saya tekankan dalam jurnal di sini adalah bagaimana seharusnya wartawan itu melakukan pendalaman materi, bukan asal tulis yang kemudian disebar-luaskan secara dangkal. Ini sama dengan memprovokasi massa. Kalo wartawan tersebut menulis dengan benar, maka diskusi di ruang publik akan sehat, tidak akan saling menghujat.

      Saya yakin mbak Ailtje bisa memahami reply saya ini 🙂

    • Ailtje says:

      Ya, paham kok mas. Terimakasih atas sharing nya yang menarik ya mas.

  31. Reblogged this on Bundapiaradaku and commented:
    Noted!

  32. Simak kesaksian menarik dari seseorang yang dulu benci banget dengan FPI, namun akhirnya bertobat setelah mengetahui sendiri fakta yang sebenarnya. Dan sadar bahwa selema ini dibohongi oleh media yang pembenci Islam.

    Chirpstory: Saya, FPI, Media, dan Fakta ! by @aan_mokodongan

  33. Ani says:

    Hehe, iya, memang masyarakat kita selain kaget teknologi, di sekolah2 umum tdk dibiasakan utk selalu bedah kasus, cenderung textbook. Kalau di sekolah2 luar mrk diajarkan kritis. Bahkan ada yg namanya analisa informasi. Kita cenderung ngga siap menerima arus informasi yg demikian banyak, modal kadang hanya semangat “gotong royong” dalam menimpali. Dan berita2 akhirnya cuma berfungsi sbg hiburan, spt sinetron.

  34. Ngilang terus moro2 nulis maneh…
    Aku ra komen ae Mas yo…hehehehe..

    Numpang ae.

    Sugeng siyam.

  35. nyonyasepatu says:

    Aku br tau yg. Di makasar itu mas, kemaren cuman nonton youtubenya aja

  36. Ade says:

    kesalahpahaman persepsi dalam sebuah berita bisa terjadi karena media (televisi, radio, cetak, elektronik) tidak melakukan pendalaman materi berita dan mereka tidak melakukan cover booth side (mencari sumber dari kedua belah pihak narasumber yang pro – kontra sebagai pembanding). ini yang akhirnya dapat menyebabkan polemik.. kita pun sebagai penerima informasi harus bijak dan harus mengedepankan pikiran yang logis (mencari sumber terpercaya dari media lain atau data yang ada), bukan langsung emosi yang tidak ada solusinya..

    • Betul. Pendalaman materi itu penting sekali agar tidak menyimpang isinya.

      Selain perintah Allah (dalam QS Al-Hujurat:6) untuk melakukan kroscek. Rasulullah juga menyampaikan pesan untuk mengedepankan prinsip cover both side of story, sesuai sabda beliau:
      “Bila dua orang yang bersengketa menghadap kamu, janganlah kamu berbicara sampai kamu mendengarkan seluruh keterangan dari orang kedua sebagaimana kamu mendengarkan keterangan dari orang pertama.” (HR. Ahmad)

  37. Sekarang kita mesti lebih pintar menterjemahkan berita 🙂

  38. Rawins says:

    media kita memang repot, mas…
    kayaknya mereka berlomba bikin berita bombastis dan pengen jadi nomor satu dalam mengangkat suatu berita. sehingga ga punya waktu untuk kroscek.

    repotnya lagi, sebagian besar teman kita juga berkelakuan sama. asal dengar berita yang kayaknya rame, langsung main aplut tanpa cari info pembanding. sepertinya lupa kalo media terkenal sekalipun, sekarang susah dipercaya 100% beritanya

    kayaknya kita memang belum siap dengan kebebasan pers dan berpendapat. yang ditonjolkan baru semangat bicaranya, namun semangat mendengar belum

    • Di era kebablasan seperti ini bisa jadi suatu saat kelak akan berlaku: “Kebebasan Pers Akan Dibungkam Oleh (karena) Pemiliknya Sendiri”

    • Rawins says:

      harmoko bisa naik daun lagi dong, mas…?
      heheh…

    • Maksudku bukan ke organisasinya, tapi ke individu pemilik pers yang tidak bertanggungjawab, sehingga harus ditindak oleh Dewan Pers (pemberitaan) dan KPI (penyiaran). Seperti kasus dipanggilnya HT oleh KPI (krn gencar promosi partainya lewat frekuensi milik publik).

    • Rawins says:

      itu dia, mas…
      ketika media sudah dikuasai politik kepentingan tertentu jadi repot ya..? apalagi menyangkut partai pemegang kekuasaan.

      sayangnya citizen jurnalism yang seharusnya jadi penyeimbang sekarang gaungnya malah tenggelam oleh mereka. repotnya lagi sebagian jurnalis publik juga hanyut suka ambil berita dari media tercemar itu mentah mentah

      kayaknya departemen penerangan memang harus dibuka lagi. tapi mas iwan yang jadi menterinya…

  39. devinilasari says:

    Reblogged this on devinilasari and commented:
    Semoga kita semua lebih berhati-hati dalam menerima berita darimana pun. Banyak jebakan batmannya bahkan bisa-bisa membuat kita menjadi pembenci saudara kita sendiri, Astaghfirullah…

  40. 'Ne says:

    wah parah ya Pak, dan itu mengkhawatirkan sekali.Media kadang kalau kasih judul berita juga suka berlebihan, giliran dibuka nggak sesuai sama judulnya..

    • Iya. Trennya sekarang untuk menaikkan trafik kunjungan: menuliskan judul berita secara bombastis meski tidak sesuai isi. Ini biasanya ditemukan pada berita-berita online Yahoo.

      Yang lebih parah ketika saya di Jakarta, naik bus, ada anak-anak penjaja koran, nawarin korannya sambil teriak bacain judul koran “Lampu Hijau” yg bombastis. Kalo ia jualan koran “Lampu Hijau” apa lama-lama gak rusak tuh otak si bocah. Contohnya judul ini.

      Lampu Hijau #1
      Lampu Hijau #2
      Lampu Hijau #3
      Lampu Hijau #4
      – dll… itu judul atau apa???

      … ntar deh kubuat postingan terpisah demi menyelamatkan mental anak-anak dari kerusakan orang dewasa.

    • 'Ne says:

      Astaghfirullah.. itu sih keterlaluan nulisnya.. apakah tidak ada lembaga sensor untuk media cetak pak?

      demi menaikkan penjualan mereka bisa merusak mental generasi muda.

      ditunggu tulisannya Pak..

  41. Haya Najma says:

    ckckck…. media asal comot

  42. Monika says:

    saya sangat menyukai tulisan ini karena saya merasakan betul sebagian media menyudutkan Islam… apalagi tipikal masyarakat kt yang notabene langsung menjustifikasi…. karena itulah kita harus terus menulis..:)

    salam Mas, tulisan yang cerdas 🙂

  43. Inge Febria says:

    Reblogged this on Inge Febria and commented:
    Pintarnya media memainkan kita

  44. thinkwisely says:

    sebaiknya chanel2 tv khusus berita itu ditutup saja. karena menurut saya kalo channel nayangin berita mulu, lama2 dia bakal kehabisan topik berita dan pada akhirnya memberitakan berita baru yang belum jelas kebenarannya, serta mengulang dan memanas2kan topik berita yg lama..

    televisi berita = berita dijadikan ajang mencari rating… kacau lah sudah media indonesia..

    don’t wanna be indonesian idiot!
    don’t want a nation under the media!

  45. ninasuhari says:

    Makasi infonya om. Speechless ngebacanya. Eh, soal FPI, bener kata om, kalo memang nggak ngelakuin kejahatan dan maksiat, ngapain takut di sweeping, anggap saja lagi ditanyain sama sodara sendiri apa es krim kakak di kulkas adek yang ambil.

    • Lha ini baru saja dirilis konfirmasi adanya kebohongan di media TV lewat acara ILC:

      Suara Islam: Benny Bohong, tak Ada Anggota FPI yang Memukul Petugas Pom Bensin dan tidak Membayar

      Kendal (SI Online) – Dalam acara diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) di stasiun TV One, Selasa malam (23/7/2013) lalu, Wakil Ketua DPRD Kendal, Benny Karnadi, mengatakan anggota Front Pembela Islam (FPI) sempat memukul petugas dan merusak fasilitas pom bensin dalam konvoinya pada hari Kamis sore (18/7/2013). Anggota Fraksi PKB ini juga mengatakan adanya anggota FPI yang tidak membayar uang setelah membeli bensin.

      Hasil investigasi yang dilakukan wartawan Islampos, Pizaro, ternyata menemukan fakta yang berbeda. Tak ada anggota FPI yang memukul petugas, merusak fasilitas pom bensin dan pergi tanpa membayar.

    • ninasuhari says:

      Astagfirullah… Speechless ngomonginnya. Trus reaksi media besar gimana om, barusan ngecek2 berita online tapi nggak ada nemu kecuali dari suara islam dot com? Biasanya kalo belum nyentuh media2 besar, kayaknya seluruh indonesia belum tau gitu (berasa nggak afdol dah).

    • mbak Nina bisa perhatikan rangkaian sharing saya tentang Media & Jurnalisme, dengan kategori:
      https://iwanyuliyanto.wordpress.com/category/media-journalism/

      Akan terlihat bahwa media-media mainstream di negeri ini telah dibajak oleh kelompok-kelompok tertentu, permainannya sudah kotor sekali, fitnah-nya luar biasa besar. Siapa kelompok tersebut, ada di rangkaian posting kategori tersebut. Jangan kuatir saya akan terus mengabarkan update penyesatan opini oleh media lewat blog ini.
      Sekarang saya tidak percaya 100% dengan media-media besar tersebut, untung ada twitter, blogger, facebooker, dan para pegiat social-media lainnya yang mengimbangi informasi-informasi sesat yang diberitakan media.

    • ninasuhari says:

      Iya om… Disayangkan banget keadaannya kayak gitu… Nin dukung pengungkapan om soal opini sesat yang beredar sekarang. Semangat om!

  46. anotherorion says:

    njuk kenapa aku gak pernah pertamax nang kene sih, huft

  47. anton says:

    jika bener, emang ada apa…….dunia sudah semakin kacau, gak usah mengejar pencitraan….semua itu sudah ada skenarionya, gak usah dikomentari….agar sang pembuat skenario tidak mendapatkan apa-2 dari kejadian tersebut……..

  48. Larasati says:

    iya nih belakangan berita2 itu bikin pusing pak….gak jelas blass dan kesannya saling merasa benar sendiri…

  49. araaminoe says:

    astaghfirullah haladzim…
    memang segala sesuatu yang baik dan benar tidaklah mudah, ada saja fitnah atau hal2 yang tidak baik ditujukan kepadanya, apalagi Islam.
    Sebagai muslim mohon dengan sangat berpikir dari hati dan fikir yang Lillahitaalla untuk semua hal. Jangan gegabah, apalagi bertindak dengan emosi, klo memang perlu tegas maka tegaslah kalo memang perlu lantang lantanglah asal lakukan semua karena Illah. Semoga Allah menjadi penolong kita semua, amin …

  50. tinsyam says:

    iya mas iwan kalu ada berita kaya gitu, daku selalu “no comment”, sebab kudu baca yang lain dulu, disaring, ga asal copas.. jadi belajar dari beritaberita sebelumnya.. setidaknya kita juga jadi tahu sisi pandang yang lain, jadi ada info yang berimbang, ga asal menyebar terus menjudge..
    soal fpi, jadi males ngebahas, sebab punya pengalaman buruk dengan beberapa orang fpi, yang salah satunya masih sodara..

  51. medilubis says:

    Izin share ya…

  52. Izin share di fb boleh kah, pak? 🙂

  53. Ryan says:

    jujur pak, gak terlalu percaya sama pemberitaan. baik itu berita baik atau buruk.
    berita baik aja terkadang suka dimanipulasi demi sebuah rating. apalagi berita buruk.
    Dalam hal ini, media massa memang sudah mulai kehilangan integritasnya sebagai media yang seharusnya netral. dalam hal apapun, media sekarang dapat dilihat sudah memiliki kecenderungan terhadap satu hal (bisa politik, agama, suku, ras, dll).
    memang kita sebagai pembaca, penikmat berita harus lebih hati-hati dalam memahami cerita yang ada. cek dan ricek itu penting.

    • Dorongan dari dalam jurnalisnya itu yang membuat sebuah informasi bergeser menjadi opini penulisnya (yang sarat dengan kepentingannya) jadinya tidak netral lagi.
      Pembaca harus mendaya-gunakan logika berpikirnya dalam menikmati berita bila sulit untuk cek ‘n ricek; kecuali kalo dia just reading, tidak meyakini kebenaran isinya 100%.

    • Ryan says:

      betul tuh mas.

  54. debapirez says:

    kadang suka kesal sm orang2 yang memforward dan mencaci saat berita tersebut pertama muncul. setelah muncul klarifikasi, pd tiarap deh dan ga minta maap.

    saya juga agak berhati2 kalau membaca berita, terutama media online. Pernah ikut training di kompas.com, yg pertama dikejar, kecepatan muncul berita. Bahkan meski cuma judul. Setelah itu dapat ditambahi dengan isi. Kalau salah baru kalrifikasi. Lah, kalau berita yg salah dah terlanjur menyebar gimana dong…

    Terkait FPI, mau mereka berbuat baik, orang-orang dah pada nyinyir aja…

  55. ibuseno says:

    saya juga sempet baca, dan kepikiran dalam hati.. *masa iya sih…

  56. Jihan Davincka says:

    Kalau soal toilet, sepakat :). Kalau soal FPI, gimana, ya? Ini bukan kasus bentrok pertama kalinya. Lagian pas nonton di ILC, diklarifikasi kok dengan saksi-saksi plus CCTV. Ada pihak dari FPI juga, lho. Ketua DPW-FPI Jateng malah berkelit melulu, “Saya tidak tahu.” Sementara lucunya, yang dari DPP FPI Jakarta malah menudut CCTV-nya direkasa, lhaaaaa? hehehe.

    Saya pribadi malah heran, faktanya polisi sampai sekarang enggak berani mengambil tindakan lebih jauh ;). Setiap ada kasus FPI, walau masyarakat sudah sangat gerah, pasti kasusnya akan menguap begitu saja :(. Dan di ILC, pihak FPI gampang betul menuduh SEMUA warga Kendal mendukung maksiat -_-. Jadi, tukang fitnahnya yang mana, nih? Hehehe.

    Ucapan ketua GP Anshor harus menjadi pelajaran BUAT KITA SEMUA. “Melakukan nahi munkar dengan cara yang baik.” Bukan “melakukan nahi munkar dengan cara yang munkar (juga)” :).

    Itu fakta dari saya pribadi. Kecuali ternyata yang hadir di tayangan ILC adalah orang-orang FPI gadungan.

    Saya tidak pernah mendukung penyelesaian masalah dengan menciptakan masalah baru :). Terlepas dari apakah itu peran media atau bukan. Kejadian seperti ini sudah berulang kali melibatkan FPI. Justru pertanyaannya, kok enggak dibubar-bubarin, ya? *garukGarukKepala*

    • Terimakasih telah sepakat soal toilet, mbak Jihan 🙂

      Tentang FPI, saat ini belum terdaftar sebagai ormas di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, sehingga kalaupun dibubarkan tidak bisa dilakukan oleh negara, apalagi cukup dibekukan, karena dasar hukumnya tidak ada.

      Jadi, FPI hanya bisa dibubarkan oleh dirinya sendiri. Dan jubir FPI, Muchsin Alattas pernah mengatakan: “FPI akan bubar sendiri jika hukum ditegakkan dengan baik oleh aparat dan pejabat negara”

      Jadi, akan kontraproduktif membicarakan FPI itu perlu bubar atau tidak. Sebab, organisasi semacam FPI itu kalo toh dibubarin, akan dibentuk lagi dengan nama yang berbeda, namun jiwa perjuangannya sama. Negara menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.

      Nah, kita lihat kasus yang di Kendal itu. Perda yg mengatur tentang lokalisasi prostitusi itu sudah ada. Dalam perda tsb diatur bahwa selama bulan Ramadhan segala bentuk tempat hiburan malam dibatasi jam bukanya. Tapi faktanya, berdasarkan investigasi oleh FPI dan masyarakat di sana lokalisasi tetap buka 24 jam. FPI juga melaporkan hal itu ke polresta. Namun ya gitu … lambat respon-nya.

      Pendapat wakil FPI yang ada di ILC jangan dijadikan patokan, sebab itu khan acara debat. Pernyataan sikap resmi DPP ada di: http://fpi.or.id/?p=detail&nid=647. Silakan mbak Jihan simak ke-10 poin sikap tersebut.

      Akar permasalahannya adalah adanya pembiaran oleh pemda dan aparat setempat atas praktek lokalisasi prostitusi yang buka 24 jam ditambahlagi praktek perjudian liar selama bulan Ramadhan, dimana hal tersebut bertentangan dg perda.
      Mestinya ini poin utama yg harus diangkat ILC, bukannya malah membahas “asap”-nya, mestinya “sumber api’-nya. Kalau api-nya tidak ada, ya tidak ada asap. Silakan mbak Jihan simak kronologinya pada link di jurnal di atas.
      ILC saat itu mengangkat tema: “Bolehkah Ormas Merazia?”. Tema ini tidak mengenai substansi. Kecuali kita percaya aparat di negeri ini telah menegakkan hukum dg baik.
      Kalo nyatanya aparat diam saja, praktek maksiat jalan terus seperti berita di sini, kemudian kesimpulan ILC tidak boleh membiarkan ormas merazia. Maka secara tidak langsung KITA MERESTUI praktek lokalisasi.
      Jadi, ILC dengan tema seperti itu akan menghasilkan opini sesat, kesimpulan yang tidak sehat.

      Saya percaya dengan ucapan jubir FPI yg saya kutip di atas.

    • Andy says:

      Kalau bicara “asap dan api” tidak akan selesai begitu saja. Tapi “asap” seperti apa yang wajar. atau dalam hal ini, tindakan seperti apa yg harus umat islam lakukan ketika melihat hal negatif di lingkungan kita. Kalau saya sih yakin 100% bahwa kekerasan bukan jalan keluarnya, karena apa ?? lihat saja ketika tindakan yg dilakukan menjurus kepada kekerasan, ini malah akan mencederai umat islam sendiri. Jangan jadi umat islam yang mudah tersulut emosi karena lingkungan yang tidak sehat. Nabi Muhammad SAW berdakwah bukan dengan menghancurkan tempat-tempat maksiat, tapi beliau mengajarkan ajaran dan ilmu Islam secara santun sehingga banyak orang yang membuka mata bahwa Islam menjadi jalan keluar bagi hal-hal buruk yang terjadi di linkgungan terburuk sekalipun. Lalu mengapa para ormas / kelompok2 yang membawa nama islam tidak fokus terhadap tindakan preventif dan sosialisasi yang sifatnya lebih simpatik. Para pemilik toko miras tersebut, bukan tidak mungkin (lebih tepatnya, Sangat Mungkin) cepat atau lambat mendapatkan hidayah dari Allah SWT untuk masuk islam, jika mereka di hadapkan dengan gambaran islam yang penuh cinta damai dan mengajarkan kebaikan. Tapi sekarang, mungkin mereka punya gambaran yang sangat sangat buruk terhadap islam yang kejam dan senang melakukan kekerasan untuk suatu tujuan. Bagaimana kita dapat berkontribusi dalam perkembangan Islam jika yang dilakukan malah membuat ‘image’ Islam menjadi jelek ? Bagaimana kita berharap banyak yang menjadi mualaf, jika cuma Islam saja yg menganggap bahwa Islam itu Indah ?

      Jika “ada asap, ada api” di jadikan sebagai pembolehan melakukan kekerasan, saya “ngeri”, akan jadi seperti apa dunia yg sebenarnya sudah tidak terlalu nyaman lagi skrng. Semua bisa bertindak main hakim sendiri dengan dalih bahwa “polisi tidak berbuat apa2”. Kenapa yg kita pikirkan bukan “bagaimana cara membuat polisi berbuat sesuatu?”. Lakukan dialog dengan para pihak berwenang, lakukan aksi damai, lakukan sosialisasi yang bersifat simpatik. Jika hal2 tersebut tidak berhasil juga, lakukan lagi. Tidak ada alasan untuk beralih kepada kekerasan. Saya juga yakin bahwa Tuhan tidak selalu melihat dari hasil yang kita dapat, tapi Tuhan juga melihat proses dari usaha yg kita lakukan.

    • Terimakasih atas pandangannya, saya apresiasi dengan baik, dan saya SANGAT SETUJU SEKALI dengan pendapatnya mas Andy.

      Sekedar sharing, selama di Jakarta, beberapa kali saya mengikuti pengajian FPI di Petamburan, khususnya yang setiap hari Rabu malam, terkadang Minggu pagi. Pengajiannya selalu penuh, masjidnya selalu tidak mampu menampung jamaahnya, hingga jamaahnya duduk di rumah-rumah sekitar masjid tersebut.
      Dalam pandangan saya selaku pengamat sekaligus menimba ilmu, kesannya memang jauh dari yang di-citrakan oleh media. Di sana adem sekali tausiyahnya.

      Di akhir pengajian tersebut ada sesi update informasi kegiatan-kegiatan positif, kegiatan sosial, dan edukasi publik. Sayangnya kegiatan-kegiatan ini media tiarap memberitakan.

      Dalam pengajian tersebut ada sesi update informasi kegiatan yg bersifat nahi munkar, sekaligus klarifikasi atas tulisan di media.
      Saya tulis step2 yg mas Andy sampaikan:
      [1] Lakukan dialog dgn para pihak berwenang, –> sudah dilakukan.
      [2] lakukan aksi damai, –> sudah dilakukan.
      [3] lakukan sosialisasi yang bersifat simpatik. –> sudah dilakukan.
      [4] Jika hal2 tersebut tidak berhasil juga, lakukan lagi. –> sudah dilakukan (bahkan menginformasikan ke aparat kepolisian)
      Seluruh aksi damai tersebut media sepi/tiarap.
      [5] Tidak ada alasan untuk beralih kepada kekerasan. –> Nah ini, ketika ada saatnya bertindak, media langsung bangun dg semangat ’45 memberitakan ‘aksi kekerasan’ tersebut, namun menyembunyikan poin [1] ~ [4] di atas. Nara sumber yg diambil adalah pilihan media yg sekiranya mampu menggiring opini sesat.

      Anda gak percaya? Silakan menghadiri pengajian-nya di Petamburan (sekedar untuk investigasi)

      Saya mendukung adanya proses hukum bila ada anggota FPI yang bertindak menyalahi hukum.

    • Andy says:

      Sebelumnya maaf, di komentar saya sebelumnya tidak menyebut FPI sama sekali (meskipun yg menjadi contoh di artikel diatas adalah FPI) tapi yg saya maksud ormas/kelompok adalah semuanya. Ada banyak sekali ormas & kelompok beratasnamakan Islam di Indonesia dan tidak ada yg salah dengan adanya ini semua. Kebetulan saya memang belum pernah mengikuti pengajian FPI. Dan tidak antipati dengan pengajian dimanapun & diselenggarakan oleh siapapun, karena memang sewajarnya pengajian dilakukan dengan tertib dan khusyuk. Tidak ada yg salah dengan ini sama sekali.
      Sejujurnya saya juga merupakan orang yang tidak simpatik terhadap kebanyakan media (lokal ataupun luar) karena terlalu banyak masyarakat yg tergiring oleh opini-opini tertentu.
      Tapi kembali lagi, kita umat Islam harus lebih pintar dari para media itu. Tugas kita juga agar masyarakat tidak mudah tergiring oleh opini yang menyesatkan.
      Jika media memang menyembunyikan banyak kebaikan2 yang dilakukan kita sebagai umat Islam, ya sudah. toh kita tidak perlu publikasi ketika melakukan kebaikan. Dan jika kita melakukan “kesalahan” dan hal tersebut dipublikasikan, setidaknya media memberitakan hal yang benar terjadi, meskipun caranya yang salah. “Licik”-nya media tetap tidak membuat “kesalahan” kita menguap. Salah ya salah.

      Oleh karena itu, sayapun mendukung jika ada anggota ormas apapun yang melakukan kesalahan untuk diproses hukum.
      Tapi ini juga jgn dijadikan konsep kemudahan bagi sebuah ormas untuk mencapai tujuannya (meskipun tujuannya mulia). Jangan sampai nantinya ada ormas-ormas yang menjadi produsen narapidana. Kasihan, akhirnya umat juga yang menjadi korban.

      Sebenarnya saya agak sedih, saat ini umat islam berdiri atas nama kelompok-kelompok. Hal ini secara tidak langsung mengurangi rasa persatuan antar umat muslim. Saya tidak peduli adanya FPI, MR, atau bahkan NU ataupun Muhammadiyah. Ketika saya bukan anggota Front Pembela Islam, bukan berarti saya tidak akan membela islam, dan ketika saya juga bukan anggota Muhammadiyah tidak pula berarti saya bukan pengikut Nabi Muhammad. Ormas hanya buatan manusia, dan sudah kodratnya, manusia dapat melakukan kesalahan. Dan sepatutnya, jika seorang manusia salah, sebaiknya introspeksi untuk menjadi manusia yg lebih baik lagi selanjutnya, tidak perlu melakukan pembenaran-pembenaran yang hanya berujung perpecahan. Toh, Allah tahu mana yang benar dan yang salah. Sudah seharusnya kita sebagai umat Islam bertindak elegan, termasuk berucap dan berfikir.

      Kedamaian adalah hal baik. Dan hal baik harus dipertahankan. Saya masih berharap suatu saat akan tiba dimana kehidupan beragama didunia bisa jauh lebih ‘proporsional’. Insya Allah

    • Terimakasih. Apa yg disampaikan mas Andy adalah harapan bagi kita semua. Dan saya setuju bahwa sepatutnya, jika seorang manusia salah, sebaiknya introspeksi untuk menjadi manusia yg lebih baik lagi selanjutnya, tidak perlu melakukan pembenaran-pembenaran yang hanya berujung perpecahan.
      Ini masukan yang bagus untuk semua ormas. Dan (kelak) saya akan coba susun tulisan agar menjadi bahan refleksi bagi ormas-ormas Islam.

  57. Rini says:

    Baru baca, sudah nemu ini lagi, http://www.vemale.com/kesehatan/28509-sedihnya-siswa-sekolah-harus-makan-siang-di-toilet-sekolah.html. Sepertinya media gemar sekali menampilkan berita yang menyudutkan Islam. Kalo bicara toleransi, saya pernah baca lupa dimana, bagaimana umat muslim Indonesia itu sangat toleran, di negara ini yang mayoritas muslim tempat ibadah agama lain dapat berdiri tegak dan banyak. Sementara di negara yang muslimnya minoritas susah sekali untuk mendirikan mesjid yang bahkan ukurannya kecil sekalipun. Tolong koreksi kalo saya salah. Makasih pa, tulisannya sangat bermanfaat.

    • Sayang sekali tidak ada kolom komentar, sehingga tidak bisa meluruskan artikel tersebut. Informasi sesat seperti itu akan makin men-citrakan bahwa umat Islam tidak toleran, gila hormat, dll.
      Warga Malaysia di sana sudah mengakui bahwa berita itu sesat. Namun sayang sekali berita asli yang murahan itu laris manis di sini, jadi bahan olok-olokan untuk umat Islam. Media besar tidak ada satupun yang bikin klarifikasi, meralat berita sebelumnya. Menyedihkan.

      Soal toleransi, media-media sekuler selalu berusaha membangun opini sesat bahwa umat Islam tidak toleran. Umat yang berbahaya.

      Ini adalah tulisan menarik dari Pak Adian Husaini yang terkait dengan komen mbak Rini di atas:
      “Umat Islam Tidak Toleran?”

  58. ayanapunya says:

    kayaknya sekarang susah ya mas nyari media yang benar-benar bersih

    • Untuk itulah perlunya kita kritis melaporkan segala penyimpangan yang ditemui itu ke Dewan Pers (pemberitaan) dan/atau KPI (penyiaran), agar menjadi jera, dan media tersebut kembali sehat untuk konsumsi masyarakat.

  59. Dyah Sujiati says:

    Emang justru masih banyak orang muslim sendiri yang kadang malah seperti itu 😦

    • Aneh ya… padahal secara logika berita aneh-aneh itu memalukan dirinya sendiri sebagai muslim, masak gak diteliti lebih dahulu sebelum disebarin/nge-forward.

  60. jampang says:

    jadi inget film argo… kebohongan bisa menjadi ‘kebenaran’ karena kerjaan media

  61. I.S. Siregar says:

    sepertinya masyarakat banyak harus dipahamkan dengan tulisan ini. dan perlu juga untuk memahami analisis framing atas media massa.
    mengutip perkataaan Emha Ainun Nadjib, “kalau di langit ada lauhul mahfudz maka di bumi ada media massa. karena apa-apa saja yang ada di syaraf pikiran dan kandungan hati rakyat itu merupakan produk media massa.”

    • Quote Emha pas banget:
      “Kalau di langit ada lauhul mahfudz maka di bumi ada media massa. karena apa-apa saja yang ada di syaraf pikiran dan kandungan hati rakyat itu merupakan produk media massa.”

      Itu ada di buku apa, mas?

    • I.S. Siregar says:

      saya hanya mengutip perkataannya saat beliau menyampaikan orasi di acara Merajut Kembali Nusantara 15 Januari 2013 di Jakarta tempo lalu pak.

  62. Yudhi Hendro says:

    Informasi berimbang seperti ini yg diperlukan, mas Iwan. Supaya kita bisa melihat suatu masalah dari dua sisi dan utuh.

    Seharusnya, jurnalis memang harus meliput suatu peristiwa dari dua sisi (both side coverage), dan biarkan pembaca yg menilainya.

    • Betul, mas Yudhi.
      Rasulullah pun sudah menyampaikan pesan untuk mengedepankan prinsip cover both side of story, sesuai sabda beliau:
      “Bila dua orang yang bersengketa menghadap kamu, janganlah kamu berbicara sampai kamu mendengarkan seluruh keterangan dari orang kedua sebagaimana kamu mendengarkan keterangan dari orang pertama.” (HR. Ahmad)

  63. cumakatakata says:

    Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam terbitan Kausar.. Insya Alloh nanti dicari Mas… terima kasih Mas.

  64. kebomandi says:

    huh.. mungkin sekarang kita sudah terbiasa dengan pembodohan media yang makin akut ya om.. media yang dikuasai oleh orang-orang yang butuh pencitraan aja -.-“

    • Betul. Supaya tidak terbiasa menelan mentah-mentah, ingat terus QS Al-Hujurat: 6, itu adalah bukti kasih sayang Allah kepada kita, agar kita terhindar dari kebinasaan yang konyol.

  65. katacamar says:

    parah dan celakanya banyak orang kita yang mudah membebek dan semangat pembelaan yang salah salur, lupa pada sikap tabayun (cek dan recek).

    kaum fasik yang menguasai media memang luar biasa lihai dan liciknya suka memutar balik fakta untuk tujuan fitnah terhadap Islam.

    Maka benar sekali firman Allah QS Al-Hujurat : 6, mbok ya o orang islam punya sinyal ketika ada berita-berita yang mendeskreditkan Islam bertanya dulu dalam hati masa ini bener sih wong islam kayak gini? dan cari fakta pembanding dulu (cek kebenarannya) jangan sampai ikut menyebarkan fitnah tersebut. naudzubillah.

    وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
    Makasih pelajaran berharganya pak Iwan.
    Islam rahmatalil ‘alamin.

    • Ayat itu (QS Al-Hujurat: 6) adalah bukti kasih sayang Allah kepada kita, agar kita terhindar dari kebinasaan yang konyol. Sayangnya banyak yang menyepelekan, padahal ketentuan-Nya adalah pasti.

  66. enkoos says:

    Menurut saya, yang tepat bukan media Barat, tapi media besar. Karena di Barat sendiri, masih ada media media kecil yang pemberitaannya lebih jujur. Sudah bukan rahasia lagi kalau media media besar sering menjadi corong politik dan bisa disetir, sama halnya media media di Indonesia.

    Media besar di Barat contohnya CNN, BBC, FOX. Itu yang aku tahu.

    Mengenai FPI, betul sekali itu cak Iwan. Pokok persoalannya enggak diberitakan. Kalaupun disebut, hanya sebagai pemanis. Tapi FPI juga salah, tindakannya anarkis.

    • Ada juga media-media yang masih kecil tapi berperan sebagai buzzer opini media besar.

      Kalau ada anggota FPI yang berbuat kriminal (atau banyak orang bilang anarkis) ya monggo sepatutnya diproses sesuai hukum yang berlaku.

      Mengenai link yang saya kasih di atas semoga jelas menggambarkan situasi yang sebenarnya. Pemicu bentroknya adalah sehari sebelumnya (Rabu).

      Pada hari Kamis, menurut sopir, saksi sekaligus pelaku penabrak, itu karena dipicu oleh ketakutan akibat dilempari batu oleh preman. Ketika kaca pecah, dan batu-batu mengenai dirinya serta ancaman senjata tajam dari preman, si sopir tsb ketakutan. Dasar dia bukan orang FPI, dia hanya sopir rental, saking ketakutannya ia tancap gas sambil menghindari lemparan batu, ia menunduk ke bawah, sehingga tidak melihat apa yang ada di depannya, maka terjadilah tabrakan.

      Kemudian para preman mem-provokasi warga bahwa FPI menabrak orang. Menurut saksi mata lainnya hasil Tim Pencari Fakta.

      Coba bayangkan, bagaimana diri kita ketika dalam perjalanan membawa mobil terjebak dalam suatu peristiwa kerusuhan atau diserang massa beringas ?
      Apa yang terjadi pada diri kita ketika kita merasa dijadikan target utk dihabisi oleh para preman dan kriminal yg sedang marah? Umumnya yang ada adalah perasaan panik, Itulah yang dialami sopir rental tersebut.

    • enkoos says:

      Haduhhh serem sekali.
      Preman yang berbuat kriminal (yg nguber2 dan menyebabkan sopirnya lari) kudu ditindak, bukan hanya sopir rentalnya saja.

    • Ini kesaksian sopir. [simak di sini]. Sebelumnya dia dihajar batu hingga kena kepalanya dan berdarah, paniklah ia, sehingga tidak melihat orang yang di depannya, karena nyetir sambil merunduk, bahkan nabrak orang pun tak tahu.

Leave a reply to ibuseno Cancel reply

Let me share my passion

””

My passion is to pursue and share the knowledge of how we work better with our strengthen.
The passion is so strong it can do so much wonder for Indonesia.

Fight For Freedom!
Iwan Yuliyanto

Kantor Berita Umat