Ada yang menarik waktu Bootcamp APICTA 2010 (malam penggemblengan sebelum ajang Asia Pasific ICT Alliances 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia), yaitu sosok Fahma Waluya Rosmansyah, pemenang Inaicta 2010 kategori Student Project – SD, yang menciptakan aplikasi bernama “Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku”. Fahma mengembangkan aplikasinya itu lewat ponsel Nokia seri E71 milik ibunya, Yusi Elsiano (fyi, ibunya ngeblog juga lho disini: http://www.perkembangananak.com, blognya sangat bermanfaat, sharing pengalamannya sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya agar soleh dan sholihah).
Awalnya, Fahma hanya berniat main game di ponsel itu. Namun, yang terjadi, ia malah ngulik program-program yang ada di dalamnya. Kegemaran bermain game dan ngutak-atik ponsel dan komputer itu dimulai sejak kelas 4 SD, demikian pengakuannya kepadaku saat dinner bootcamp kemaren, saat itu saya satu meja bersamanya dan juga ayahnya (Pak Yusep Rosmansyah).
Hal menarik pada saat bootcamp, saat ia diminta sang coach untuk mendemonstrasikan bagaimana membuat program animasi sesuai spesifikasi yang diberikan coach. Hal ini untuk membuktikan bahwa apakah benar dan murni dirinyalah yang pembuat program-program aplikasi yang dilombakan itu, bukan atas bantuan orang lain. Kemudian ia menyampaikan presentasinya dan mendemonstrasikan bagaimana cara ia membuat aplikasi tersebut. Dalam penyampaiannya, ia menggunakan bahasa inggris dengan lancar dan menguasai panggung, bersikap tenang dan lugas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan para coach. Bahkan pertanyaan-pertanyaan sang coach yang dilontarkan dengan bercandapun, ternyata ia juga mampu menjawabnya dengan bercanda pula, misalnya untuk ice breaking, coach bertanya, “why was 6 affraid of 7?”, ia menjawab: “because 7 was hungry, and 7, 8, 9 (maksudnya: tujuh makan sembilan)
Ya, presentasi dengan bahasa Inggris adalah keharusan, karena APICTA adalah laga perlombaan software tingkat internasional.
Kembali ke Fahma, dengan berbekal penguasaan aplikasi Flash Lite Adobe, Fahma kemudian mengembangkan permainan sekaligus alat belajar untuk adiknya, Hania Pracika, yang masih duduk di bangku TK. Misalnya aplikasi huruf, angka, dan warna. “English for Kids” dan “Doa Anak Muslim” adalah dua di antara beberapa aplikasi rancangannya itu. Aplikasi-aplikasi untuk bermain sambil belajar itu dibuatnya setelah pulang sekolah atau saat libur. Kata ayahnya, ia tak ingin anaknya tenggelam dalam permainan yang kurang bermanfaat, misalnya main game sadis yang merusak mental atau beraktivitas lain yang ngga membawa manfaat. Karena itu, ayahnya menantang putranya untuk menciptakan sesuatu yang berguna. Tantangan sang ayah pun dijawab Fahma dengan menciptakan aplikasi-aplikasi bermanfaat.
Aplikasi telepon seluler yang diikutkan lomba kali ini menyuguhkan lima pilihan menu. Ada tentang hewan (animals), buah-buahan (fruit), sayur-sayuran (vegetables), perangkat furnitur (furniture), dan anggota badan (our body). Jika mengklik menu animals, misalnya, akan ditampilkan beberapa nama dan gambar hewan. Bunyi audio akan muncul setiap kali gambar-gambar tersebut diklik. Audio itulah yang akan membantu anak-anak mengenal pengucapan nama-nama hewan dalam bahasa Inggris.
Berawal dari utak-atik ponsel ibunya, aplikasi “Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku” akhirnya membawa banyak manfaat. Sang adik jadi lancar membaca, berhitung, mengenali warna-warna, hingga paham bahasa inggris dasar. Lucunya lagi, adiknyalah pengisi suara sebagian besar aplikasi yang dirancang… suaranya kedengaran lucu… anak-anak banget :))
Fahma sendiripun juga mendapatkan manfaat, misalnya berkesempatan menjelaskan aplikasi karyanya itu kepada para petinggi negeri ini: Menko Perekonomian Hatta Rajasa serta Menkoinfo Tifatul Sembiring. Sebagai pemenang Inaicta, Fahma juga dapat hadiah uang sebesar Rp 30 juta.
Aplikasi karya Fahma ini bisa dimainkan di ponsel yang telah ditanami aplikasi Adobe Flash Player, seperti Nokia seri E atau N. Kata ayahnya, vendor ponsel Nokia juga telah lama mengincar aplikasi Fahma, dan akhirnya business deal, pengguna Nokia bisa memanfaatkan game buatan Fahma. Bahkan pihak perusahaan mesin pencari, Google, juga terpikat dan menanyakan soal aplikasi ini kepada Fahma. Dengan demikian teknopreneur cilik telah lahir, oleh karena itulah Pak Yusep mengaku akan lebih meluangkan waktu untuk mendampingi putranya.
Keberhasilannya hingga terpilih mewakili Indonesia di ajang Apicta 2010, tak membuat Fahma cepat puas. Ia masih menyimpan ambisi untuk mengembangkan karya-karyanya yang lain. Salah satunya adalah aplikasi membaca nama-nama Allah, Asma’ul Husna. Dari 99 nama Allah, saat ini ia sudah menyelesaikan beberapa nama. Ia luangkan waktu pengerjaannya setiap sepulang sekolah. Pokoknya dimana ada waktu luang, ia langsung memanfaatkannya untuk merancang aplikasi islami buat anak-anak.
Sebagai tambahan info, agar kelak menjadi pribadi yang unggul, maka bukan hanya otak yang ia berdayakan, tapi juga fisik, ternyata Fahma adalah pemegang ban cokelat karate. Wouw.. keren. Semoga tetap semangat & berprestasi terus buat bangsa ini, ya dik Fahma, hingga negara ini punya harga diri yang tinggi di mata internasional.
FIGHT !!!
Iwan Yuliyanto
2 Oktober 2010
Note:
Ikuti episode selanjutnya: Akhirnya Teknopreneur Cilik Itu Juara Asia Pasific ICT Award
Langsung kesini pak —> http://www.perkembangananak.com, Berguru dan nyari ilmu.
Sipp, pak. Semoga dimudahkan menyerap ilmunya.
[…] teknopreneur cilik yang perjalanannya ketika mengharumkan nama Indonesia pernah saya posting di Jurnal 1, Jurnal 2, dan Jurnal 3. Perjalanan yang kutulis di saat saya menjadi satu tim dengan mereka […]
ngga habis pikir ya… ia belajar bahasa C++ mulai kelas 4SD, gimana cara nyantolin ilmu algoritmanya di otaknya.saya sendiri mulai belajar ya pas kuliah semester 1 🙂
Mantap Udah bisa bahasa C++
setujuuu, mbak, seharusnya emang kudu gitu.**jadi, ngaca diri yg terkadang masih suka baca2 yg negatif & tergelitik ngasih komen, hehehe, thanks dah ngingetin**
iya nih, sepertinya betul kemauan pembaca ya, mbak tin,…ini terlihat dari banyaknya jumlah komentar thd berita yg hanya berisi seputar hal2 yg negative & irrasional, mereka rame saling menghujat, bahkan menjadi top trending kicauan, padahal berita2 semacam ini hanya akan membuat pembacanya terdorong untuk “mencoba” melakukan hal yg “mirip” dg hal yg diberitakan. jadi menginspirasi. media massa inginnya ngebeberin suatu masalah dg jelas, faktual, akurat, as it is lah. tapi dampak2 psikologis yg terjadi, mungkin kurang mendpt perhatian, sbg bahan pertimbangan pantaskah berita tsb dibeberkan atau ditayangkan, shg dpt dibaca atau dilihat masyarakat yg tingkat pendidikan & tingkat kedewasaannya ngga sama.
mereka memasang berita kaya gitu kan juga kemauan pembacanya toh? kalu emang konsisten ya kita jangan klik aja deh karena penasaran misalnya..ku aja mendingan buka2 berita tapi ga kasih komen sekalian.. kalu beritanya bagus dan positif baru deh kasih komen..
spt-nya kok emang sengaja (di-desain) ada pembodohan melalui media, (film/sinetron juga lagu-lagu) ya..contohnya yg bikin jengkel itu, setiap kali saya sign-out email yahoo, langsung dihadapkan pd halaman berita2 negatif, vulgar mengumbar aib orang, atau berita yg isinya mengumbar aib dirinya sendiri (yg jadi obyek berita), yg menyedihkan berita yg menjurus ke SARA, shg setiap berita2 negatif, pasti memancing komentar2 yg saling menghujat antar pembaca, atau menyindir/memaki yg menjadi obyek berita. shg secara ngga langsung menanamkan mental anarkis.coba kalo berita isinya prestasi atau sesuatu yg positif pasti akan mendorong pembaca untuk tertantang bagaimana bisa punya prestasi spt orang yg jadi obyek berita tsb. dan komentar-komentar pembaca pasti isinya saling support atau bahkan ada yg ngasih tips, hints atau clue menuju jalan prestasi tsb.
bukan nama cewe, mbak, lebih tepatnya FAHMA Waluya Rosmansyah
hebat fatma ternyata cowo ya.. dari namanya kog cewe?kagum deh.. pernah baca juga di koran.. emang agak kurang dipublikasikan sih ya.. tenggelam dengan berita yang lebih heboh yang isinya bikin bete.. terlalu didramatisir.. coba deh banyak berita kaya gini, jadi bisa lebih berkarya kitanya.. ga mo kalan sama fatma..
Betul, mas Rifky, berita-berita di media skrg kok makin bikin rakyat apatis… berita negatif yg semestinya untuk konsumsi pribadi, malah dijadikan headline… shg minim sekali informasi yg bersifat membangun, yg mengajak rakyatnya untuk bangkit & berkompetisi mengejar ketertinggalan.Sebenarnya, masih ada banyak hal di atas yg belum saya sampaikan, di luar prestasi Fahma Waluya, yaitu begitu memilukan kisahnya setelah dia tamat SD tahun ini, sepertinya tidak satupun di ekspose oleh media, krn ini hasil ngobrol2 ringan dg ayahnya. Namun, blessing ‘n disguise, di tengah-tengah kondisi dunia pendidikan yg tidak menghargainya itu (gara-gara oknum yg mata duitan), justru sekarang ia tampil sbg teknopreneur cilik, krn sudah dapat royalty dr Nokia dan sebentar lagi Google. Tunggu, Insya’ Allah, saya akan share infonya secara terpisah…
kenapa yang kaya gini jarang dipublikasi yah?kan setidaknya bisa mengimbangi berita yang miring2
betul, mas nono, ia berprestasi sambil mengejar akhirat, ya… dua-duanya yg didapat 🙂
Benar2 prestasi membanggakan…