Home » Amazing People » Muhammad Ade Irawan, Pianis Jazz Tunanetra

Muhammad Ade Irawan, Pianis Jazz Tunanetra

Blog Stats

  • 2,305,347

PERLINDUNGAN HAK CIPTA

Lisensi Creative Commons

Adab Merujuk:
Boleh menyebarluaskan isi blog ini dengan menyebutkan alamat sumber, dan tidak mengubah makna isi serta tidak untuk tujuan komersial kecuali dengan seizin penulis.
=====
Plagiarisme adalah penyakit yang menggerogoti kehidupan intelektual kita bersama.

Follow me on Twitter

Bila Anda merasa blog ini bermanfaat, silakan masukkan alamat email Anda untuk selalu mendapat artikel terbaru yang dikirim melalui email.

Join 6,365 other subscribers
Dear Sahabat Bloggers,

Sungguh Allah Maha Adil… dan kehendak-Nya sulit untuk bisa dipahami dengan mudah, karena sampai sekarang saya sendiri masih belum bisa mengerti bagaimana Hee Ah Lee dari Korea Selatan, seorang anak yang hanya memiliki dua jari di tangan kanan dan dua jari di tangan kiri bisa memainkan Fantasie Impromptu-nya Chopin dengan begitu indah.

…atau Emily Bear, diusia 8 tahun telah disebut-sebut sebagai The Next Mozart, karena jeniusnya sebagai komposer cilik hingga mendapatkan penghargaan dari Rockford Area Music Industry Award (RAMI).

… atau Michael, bocah berperilaku autis berusia 6 tahun yang sulit diatur, tapi bisa memainkan sonata Mozart dengan sangat bagus.

… atau, Muhammad Ade “Wonder” Irawan yang buta kedua matanya, tetapi mampu bermain piano “sedahsyat” mereka yang normal penglihatannya. Sungguh, terlalu banyak “keanehan” yang tak masuk akal bagi yang bernyali kecil dan sempit hati.

Ade Irawan

Muhammad Ade “Wonder” Irawan, Pianis Tunanetra Spesialis Jazz
Tanpa Guru, Jadi Penampil Tetap Chicago Cultural Center

Menyaksikan resital tunggal Muhammad Ade “Wonder” Irawan yang digelar Jaya Suprana School of Performing Arts dan Museum Rekor Dunia-Indonesia di Bentara Budaya, 24 Juni 2010, seperti menyaksikan sebuah keajaiban. Bagaimana tidak. Remaja berpembawaan kalem yang dilahirkan sebagai tuna netra ini, mempertontonkan sebuah permainan musik piano yang dahsyat. Sekitar 250 penonton yang memadati Bentara Budaya dibuat terpaku dan terpesona. Termasuk diantaranya MenKes dr. Endang Rahayu Sdyaningsih, Menpora Andi Mallarangeng, ekonom Rizal Ramli, dan para pejabat di jajaran DepLu.

Resital piano tunggal Muhammad Ade Irawan itu memang agak berbeda. Jaya Suprana, sang penggagas resital, mengemasnya dengan konsep The Darkness. Bos Jamu Jago tersebut menginginkan penonton tak sekadar mendengar dan menikmati pertunjukan dengan telinga dan mata, tetapi juga dengan hati. Karena itu, selama konser semua lampu ruangan dimatikan. Pengunjung diminta mendengarkan alunan piano Ade dengan mata terpejam dan lebih dengan hati. Jaya menginginkan penonton merasakan apa yang Ade rasakan, pianis yang kehilangan penglihatan sejak lahir. Alhasil, begitu lagu selesai dimainkan, gemuruh tepuk tangan riuh menyambut penampilan Ade. Tak hanya itu, para penonton juga berdiri, memberikan penghargaan kepada sang pianis, Ade “Wonder” Irawan.

Menurut Jaya Suprana, yang dialami Ade bukanlah kekurangan, tetapi kelebihan yang dianugerahkan Tuhan. Karena cacat fisik itu, Ade diberi kelebihan lain yang tidak banyak dimiliki orang normal. Dia berharap, penonton dapat mendukung perjalanan Ade menuju panggung-panggung dunia. “Kita buktikan kepada dunia bahwa Indonesia tidak kalah dengan bangsa mana pun. Dan buktikan kepada dunia bahwa ketunanetraan itu bukan kelemahan, melainkan kelebihan,” ujar Jaya.

Bagaimana perjalanan Muhammad Ade Irawan sampai bisa menjadi “the greatest pianist”?

Ade yang dilahirkan sebagai tunanetra di Colchester, Inggris, 15 Januari 1994, merupakan putra pertama pasangan bapak Irawan Subagyo dan ibu Endang Irawan. Menurut sang ibu bakat musik Ade mulai tampak sejak usia 2,5 tahun. Si balita itu sudah mahir menirukan suara alat-alat musik dengan mulut. Menginjak usia lima tahun, Ade bahkan sudah bisa memainkan sebuah lagu dangdut dengan menggunakan keyboard mainan bernada lima oktaf.

Ade tidak pernah les piano. Dia belajar sendiri keyboard dan piano serta berbagai jenis musik hanya mengandalkan kepekaan pendengarannya. Kemahiran yang didapat secara otodidak itu membuat Ade tak mengenal notasi, bahkan tak tahu jenis nadanya. Semua muncul karena rasa. “Cara bermain Ade berbeda. Kalau dia ikut les piano, pasti nggak bakal lulus karena tekniknya pasti salah semua,” kata ibu Endang.

Pada usia sembilan tahun, Ade mulai menunjukkan minat khusus terhadap musik jazz. Terutama setelah Ade sering mendengarkan permainan piano musikus jazz kawakan Bubi Chen. Sebagai orangtua, mereka tentu sangat mendukung bakat Ade. Mereka percaya, di balik kekurangan fisik Ade, Tuhan mengirimkan kelebihan yang lain. Ibu Endang makin percaya bahwa takdir Ade memang pemain piano profesional. Sebab, selalu ada kemudahan jalan menuju ke sana.

Sebagai seorang diplomat yang kerap ditugaskan di berbagai negara, ibu Endang begitu bersyukur saat ditugaskan ke Chicago, Amerika Serikat, pada 2003. Chicago dikenal sebagai kota jazz dan blues. Di sana Ibu Endang dan Pak Irawan memanfaatkan betul setiap momen untuk mengenalkan Ade kepada musik jazz. Dia rutin mengajak Ade dari kafe ke kafe sekadar untuk mendengarkan permainan jazz dari musisi lokal. Mereka bahkan tak segan mengantar Ade untuk ikut audisi. “Kalau pas ngantar Ade audisi, kami bawa sendiri keyboard dari rumah ke kafe. Ayah Ade yang pasang kabel. Di sana kami sudah bukan diplomat lagi, tapi pendukung Ade,” tutur ibu Endang.

Semua aktivitas itu dimaksudkan sebagai sarana belajar bagi Ade. Maklum, dia dan suami sama-sama tidak paham musik. Karena itu, cara yang terbaik ialah memberikan pendidikan musik kepada Ade dengan mengantar dia kepada para ahlinya. “Yang luar biasa, Ade orangnya disiplin. Meski tidak ada guru, dia berlatih sendiri minimal dua jam setiap hari,” ujar Endang. Selama di Chicago mulai 2003 hingga 2007, bakat Ade semakin moncer. Banyak prestasi yang dia ukir. Misalnya, juara lomba cipta lagu antarsekolah di Negara Bagian Illinois “Reflection” pada 2004-2007. Ade juga ikut dalam beberapa pertunjukan jazz seperti Chicago Winter Jazz Festival di Chicago Cultural Center pada April 2006 dan Januari 2007.

Audisi khusus dengan musisi jazz Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ryan Cohen dan Ernie Adams, juga dia ikuti. Ade pun dipercaya sebagai pianis tetap pada acara musik Farnsworth School di Chicago dan pengisi tetap Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center.

Ini adalah salah satu penampilannya pada Jazz Links Jam Session:

Berbagai pengalaman itu pula yang menempa permainan jazz Ade hingga seperti sekarang. Kemampuannya membuat terkagum-kagum orang yang menyaksikan permainan piano Ade. “Didi A.G.P. (aranger musik) bilang, kemampuan Ade itu setara lulusan S-2,” kata ibu Endang lagi, lantas tertawa.

Saat keluarga Ade balik ke Jakarta pada 2008, pengalaman musiknya sudah begitu banyak. Tak mengherankan saat tampil dalam sejumlah kegiatan musik Ade selalu menjadi yang terbaik. Misalnya, dia meraih medali emas untuk DKI Jakarta sebagai grup band terbaik (The Spirit) dan pemain keyboard terbaik pada lomba anak berbakat se-Indonesia di Malang, Jawa Timur, Mei 2009. Dia pun ikut serta dalam Java Jazz Festival pada Maret 2010.

Ade Irawan pernah tampil di acara Kick Andy, MetroTV, dengan tema “Menggapai Asa Dalam Gulita (MADG)” yang mengangkat kisah perjuangan para penyandang tuna netra yang menggapai pendidikan setinggi-tingginya. Acara itu dibuka lantunan piano oleh Pianis Tuna netra, Ade Irawan dengan membawakan lagu “Spain” (Chick Corea).



[Update Info: 31 Mei 2011]
Muhammad Ade Irawan telah mempergelarkan “Solo-Piano-Recital” (di Opera House – Sydney, Australia, 31 Mei 2011). Tujuan dari resital antara lain untuk mempromosikan Indonesia, dan membawa nama baik tunanetra Indonesia yg berbakat di bidang musik. Ada sekitar 100 tunanetra Australia dari “local blind association” yang hadir dalam resital Ade.

Semoga menginspirasi kita semua untuk terus berkarya dan bermanfaat.

Salam hangat dan tetap semangat.
Iwan Yuliyanto

Sumber: Majalah Staccato, kick-andy.com, dan Harian Kompas.
Foto: Majalah Staccato No.95/Th.VII/Agustus 2010.


24 Comments

  1. […] Apakah Anda masih ingat dengan jurnal saya tentang: Muhammad Ade “Wonder” Irawan? Ade Irawan adalah pianis jazz tunanetra Indonesia. Yang belum mengenal beliau, simak perjalanan masa kecilnya hingga menjadi pianist profesional di usia remajanya di Chicago, Amerika Serikat [dalam jurnal Part 1]. […]

  2. Endang Irawan says:

    AssWrWb,
    Apabila diperkenankan, kami ingin berbagi (sharng) informasi mengenai keberadaan Muhammad Ade Irawan yang saat ini sedang “menimba ilmu” di Los Angeles sejak akhir bulan Mei 2013..

    Sekiranya ada yang memerlukan komunikasi /informasi dll terkait M. Ade IRawan, kami dengan senang hati dapat dihubungi melalui FB “Endang Mardeyani” atau email “endang_mardeyani@yahoo.com”.

    Demikian, terima kasih ….
    Mohon doa semoga Allah memberikan kemudahan dan kelancaran bagi Ade untuk menjadi pianis yang lebih baik, sehingga lebih membawa nama baik Bangsa dan Negaranya, serta dapat menjadi motivator bagi rekan-rekan senasib di tanah air (Amin YRA)…

    Wass, IRAWANs

  3. Endang Irawan says:

    AssWrWb, Selamat Siang & Salam Sejahtera bagi semuanya …..

    Terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas seluruh doa, support (dukungan) dan penerimaan yang sangat baik kepada Muhammad Ade Irawan (M Ade Irawan / Ade Irawan / ADE) dari tidak ada satupun di Indonesia yang mengenal/mengakuinya hingga saat ini dimana musik / permainan piano Ade sering menjadi menjadi motivasi bagi rekan-rekan lain baik yang difabel, maupun yang normal …..

    ALLAH MAHA ADIL DAN MAHA KUASA SEGALANYA ….
    TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN BAGI TUHAN YANG MAHA ESA

    Semoga Allah yang akan membalas semua budi baik Bapak/ Ibu/ Saudara/Saudari yang telah diberikan kepada Ade selama ini … Amin

    Wass, IRAWANs

    • Wa’alaikumsalam warahmatulahi wabarakatuh.
      Senang rasanya bisa saling menyapa dengan orangtuanya Ade Irawan melalui blog ini.
      Selamat telah berhasil membimbing Ade Irawan dalam prosesnya melawan keterbatasan. Semoga menjadi contoh bagi para orangtua.

      Melalui komentar di bawah ini, ada kawan saya namanya ibu Evia Nugrahani (ID Enkoos) yang kata beliau kenal banget dengan ibu Endang. Katanya beliau pernah bertemu pertama kali tahun 2007 sewaktu ibu Endang ke Twin Cities untuk meninjau Festival of Nations, dimana beliau berpartisipasi dalam festival tersebut, melalui proyek batiknya.

    • Endang Irawan says:

      AssWrWb,
      Apabila diperkenankan, kami ingin berbagi (sharng) informasi mengenai keberadaan Muhammad Ade Irawan yang saat ini sedang “menimba ilmu” di Los Angeles sejak akhir bulan Mei 2013..

      Sekiranya ada yang memerlukan komunikasi /informasi dll terkait M. Ade IRawan, kami dengan senang hati dapat dihubungi melalui FB “Endang Mardeyani” atau email “endang_mardeyani@yahoo.com”.

      Demikian, terima kasih ….
      Mohon doa semoga Allah memberikan kemudahan dan kelancaran bagi Ade untuk menjadi pianis yang lebih baik, sehingga lebih membawa nama baik Bangsa dan Negaranya, serta dapat menjadi motivator bagi rekan-rekan senasib di tanah air (Amin YRA)…

      Wass, IRAWANs

  4. […] Melawan Belenggu Keterbatasan kali ini mengambil tema: Menebar Cinta Dengan Nada. Selain Muhammad Ade Irawan, Yoo Ye-eun, dan Hee Ah Lee, yang pernah diulas di blog ini, ternyata masih banyak kisah anak […]

  5. bundel says:

    fightforfreedom said: Muhammad Ade Irawan telah sharing kisahnya yg melalang buana dalam talk-show Kick Andy. Arsipnya bisa dilhat di situs-nya MetroTV. Sepertinya ibunya juga hadir di sana.

    Ini salah satu contoh dari anak-anak kami yang berhasil mengatasi segala kesulitannya, seperti halnya almarhumah Nita Yusman. Begitulah romantika kehidupan kami mas Iwan.

  6. bundel says:

    fightforfreedom said: Lho… mbak Julie kenal ibunya juga tho? Yang komen di atas, mbak Evia, juga mengenalnya dan masih email – email-an dg beliau yg terkait dg kegiatan membatiknya.Muhammad Ade Irawan telah sharing kisahnya yg melalang buana dalam talk-show Kick Andy. Arsipnya bisa dilhat di situs-nya MetroTV. Sepertinya ibunya juga hadir di sana.

    Enggak kenal, cuma tahu aja. Kami belum pernah satu pos sih, lagi pula datang dan perginya dari dan ke luar negeri nggak samaan waktunya.

  7. bundel said: Oh anaknya bu Endang Dewi Mardeyani ya? Luar biasa!Alhamdulillah sangat membanggakan kita semua. Begitulah, di balik kekurangan seseorang pasti ada kelebihannya. TFS mas Iwan.

    Lho… mbak Julie kenal ibunya juga tho? Yang komen di atas, mbak Evia, juga mengenalnya dan masih email – email-an dg beliau yg terkait dg kegiatan membatiknya.Muhammad Ade Irawan telah sharing kisahnya yg melalang buana dalam talk-show Kick Andy. Arsipnya bisa dilhat di situs-nya MetroTV. Sepertinya ibunya juga hadir di sana.

  8. bundel says:

    Oh anaknya bu Endang Dewi Mardeyani ya? Luar biasa!Alhamdulillah sangat membanggakan kita semua. Begitulah, di balik kekurangan seseorang pasti ada kelebihannya. TFS mas Iwan.

  9. enkoos said: Astagaaaaa, aku kenal banget dengan ibu Endang. Bertemu pertama kali tahun 2007 sewaktu ibu Endang ke Twin Cities untuk meninjau Festival of Nations. Indonesia menyajikan berbagai aktifitas disana diantaranya demonstrasi membatik (saya). Kadang email2an juga. Enggak nyangka blas, bahwa ibu Endang ini adalah ibu dari si orang hebat ini.

    weee… ladalah, ternyata sampeyan wis kenal biyanget dengan ibu Endang Irawan. Kalo gitu, just say hello ke beliau, dan nitip salam buat putranya :)Putranya ternyata mewarisi semangat ibunya ya…

  10. enkoos said: Musik adalah rasa dan adanya disini *sambil nunjuk dada*. Yang penglihatannya terbatas mengandalkan rasa dan pendengaran. Yang pendengarannya terbatas, mengandalkan penglihatan dan rasa. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di postingan cak Iwan satunya, mengenai drummer dan penyanyi rocker tuna rungu.

    Malam ini, barusan dipraktekkan, kami bermain piano dg kondisi lampu kamar dipadamkan. Hampir tanpa cahaya. Mencoba memainkan dari hati, dan ingin sama merasakan apa yg dirasakan / dialami pianis tunanetra itu.Dalam waktu dekat ini akan diposting (di youtube) permainan Nana (putriku) yg memainkan karya dari seorang tunanetra. Lagu itu yg barusan dimainkan dalam kegelapan. Namun kalo dalam kondisi gelap tentu saja gak bisa diambil video, maka kondisi recordingnya adalah dlm kondisi lampu kamar nyala :)Siapakah pianis tunanetra itu? nanti saya kabari, mbak Evia 🙂

  11. enkoos says:

    Subhanallah. Gusti Allah Maha Adil dan Maha Sempurna.Musik adalah rasa dan adanya disini *sambil nunjuk dada*. Yang penglihatannya terbatas mengandalkan rasa dan pendengaran. Yang pendengarannya terbatas, mengandalkan penglihatan dan rasa. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di postingan cak Iwan satunya, mengenai drummer dan penyanyi rocker tuna rungu.Subhanallah sekali lagi tentang ibunya Ade Irawan. Waktu baca postingan ini, begitu sampe ke bagian “Endang ditugaskan ke Chicago” aku langsung deg deg’an. Jangan jangan ibu Endang Mardeyani. Semakin membaca semakin ndredeg aku. Setelah googling, ternyata ibu Endang Mardeyani adalah Endang Irawan. Astagaaaaa, aku kenal banget dengan ibu Endang. Bertemu pertama kali tahun 2007 sewaktu ibu Endang ke Twin Cities untuk meninjau Festival of Nations. Indonesia menyajikan berbagai aktifitas disana diantaranya demonstrasi membatik (saya). Kadang email2an juga. Enggak nyangka blas, bahwa ibu Endang ini adalah ibu dari si orang hebat ini.Dunia selebar daun pintu. Terima kasih atas sharingnya cak Iwan.

  12. dianaidana said: emang boleh menyebutkan nama merk.

    kalo ngga boleh, anggap aja amal ngebantu ngiklanin, mbak diana, asal yg disebut itu obyek yg positif, hehehe…

  13. dianaidana says:

    fightforfreedom said: di kick andy ya?

    eh… emang boleh menyebutkan nama merk… hahahaya… terpukau…

  14. di kick andy ya? iya, keren, namun tetap sederhana sikapnya, meski jago memainkan ragtime jazz piano

  15. dianaidana says:

    ya ya iya… aku liat si mas Ade di salah satu stasiun tv beberapa waktu yg lalu… super duper keren sekali bangetzzzz!!!

  16. Salam kenal juga, Mas Ginanjar.Wah.. ternyata dg segala keterbatasan, mas Ginanjar nge-band juga ya… semoga sukses ya… dan menjadi besar. Amiin.

  17. bitband says:

    Mas salam Kenal Yah??Wah ini bagus.. Saya sebagai Tunanetra sangat bangga kepadanya. Ini harus di jadikan Contoh buat kita.

  18. wah, yg mas ahmad maksud di atas siapa namanya?kalo tahu biografinya, saya pengen juga ketularan semangatnya 🙂

  19. putraselat says:

    keren banget ya…..saya juga pernah liat orang ya kaki dan tangannya gak sempurna, tapi nyatanya dia gak putus asa dan bisa bermain piano dengan luar biasa…..Allah memang Maha Adil dan SEMANGAT pantang mundur dari mereka patut kita contoh

  20. Betul, Mas Bambang…Salam kenal juga… 🙂

  21. Luar biasa…:)Allah Maha Adil Salam kenal juga dari saya

Leave a reply to fightforfreedom Cancel reply

Let me share my passion

””

My passion is to pursue and share the knowledge of how we work better with our strengthen.
The passion is so strong it can do so much wonder for Indonesia.

Fight For Freedom!
Iwan Yuliyanto

Kantor Berita Umat